TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik dalam Rancangan Undang Undang (RUU) EBT diminta untuk dikaji kembali.
Sebab, skema tersebut dinilai melanggar amanat konstitusi UUD 1945 tentang kedaulatan energi yang semestinya untuk hajat hidup orang banyak.
Pengamat Energi dari Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean menilai skema power wheeling dalam RUU EBT memberikan kesempatan seluas luasnya bagi swasta untuk menjual listrik ke masyarakat.
Baca juga: Bauran Energi Baru Terbarukan Indonesia hanya 14,7 Persen, Pengamat: Pemerintah Lamban Urusi EBT
Padahal, harusnya listrik sebagai kedaulatan negara tidak boleh diliberalisasi. Dampaknya, kata dia malah akan menghancurkan negara dalam hal ini BUMN.
"Kalau saya melihatnya, ini permasalahannya terkait penguasaan negara terhadap hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara. Jika ada skema power wheeling berarti negara tidak menjalankan amanat konstitusi," ujar Ferdinand seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (7/11/2022).
Menurut Ferdinand, dengan membebaskan pihak swasta untuk bisa memakai infrastruktur kelistrikan yang ada maka sama saja dengan memanfaatkan aset negara.
"Dampak besarnya ini banyak. Baik secara aturan dan bisnis, harusnya pemerintah tidak mengusulkan apalagi memberikan infrastrukturnya ke swasta," ujar Ferdinand.
Baca juga: Dorong Energi Baru Terbarukan, Kalla Group Siap Bangun PLTA Baru
Ferdinand meminta DPR sebagai ujung tombak RUU EBT ini tidak serta merta mengesahkan RUU EBT, sehingga pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan ini.
"Ini bukan soal matematika. Tetapi pemerintah harus tunduk aturan konstitusi kita. Kalau ini disahkan, ini bertentangan dengan konstitusi kita," tutur Ferdinand.
Sumber: Kontan