News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

IESR Usulkan Pembentukan Komisi Nasional untuk Hentikan PLTU Batubara

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten, Selasa (28/6/2022). PLTU Suralaya memilik kapasitas pembangkit sebesar 3.400 Megawatt (MW) yang terdiri dari Unit 1-7. Unit 1-4 memiliki kapasitas total sebesar 1.600 MW, dan Unit 5-7 memiliki kapasitas total sebesar 1.800 MW dan bisa disebut juga sebagai tulang punggung kelistrikan Jawa-Bali. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manager Program Transformasi Energi Institute Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo minta pemerintah membentuk komisi nasional terkait penghentian operasional PLTU pada akhir 2022.

Pembentukan itu agar pengakhiran masa operasional PLTU batubara, terutama yang dimiliki oleh perusahaan pembangkitan independen (IPP), dapat berlangsung dengan prinsip berkeadilan.

Tugasnya antara lain menilai secara komprehensif daftar PLTU yang berpotensi dipensiunkan.

"Serta melakukan negosiasi ulang dengan Produsen Listrik Swasta,” kata Deon dalam diskusi Dialogue on IPP Just Energy Transition Initiatives, Selasa (15/11/2022).

Deon menyebut negosiasi kontrak PLTU antara PLN dan produsen listrik swasta harus dimulai dengan mempertimbangkan potensi biaya tambahan.

Tanpa membahayakan iklim investasi di Indonesia.

“Pemerintah perlu menilai mekanisme pembiayaan yang sesuai untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga batubara yang dimiliki oleh Produsen Listrik Swasta," kata Deon.

Ia berujar mekanisme pembiayaan juga perlu mendukung keterkaitan antara pembiayaan pensiun dini PLTU dengan investasi ke energi terbarukan, sehingga dapat memobilisasi dukungan dana internasional.

Baca juga: IESR: Harga PLTS Atap Makin Murah, Bisa Digunakan untuk Perumahan

Pada diskusi yang sama, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan transisi energi yang berkeadilan akan berjalan seiring tersedianya ruang lebih luas dalam pengembangan energi terbarukan.

Di antaranya melalui pengakhiran masa operasional PLTU lebih cepat.

“Kajian IESR menemukan agar konsisten pada pembatasan kenaikan temperatur sebesar 1,5 celcius, maka seluruh PLTU yang tidak dilengkapi dengan penangkap karbon harus pensiun sebelum 2045," ujar Fabby.

Baca juga: IESR Rilis Peta Jalan Menuju Nol Emisi Karbon di 2050

"Pada periode 2022-2030, paling tidak 9,2 GW PLTU harus pensiun, di mana 4,2 GW berasal dari listrik swasta, tanpa itu sukar rasanya mencapai Net Zero Emission (NZE),” katanya melanjutkan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini