Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), Tjandra Gunawan meyakini perekonomian Indonesia mampu terlepas dari ancaman resesi di 2023.
Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas angka pertumbuhan ekonomi negara-negara lain.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya menyebutkan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 tumbuh 5,72 persen, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
Capaian ini tercatat lebih baik dibandingkan China dan Amerika Serikat.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang utama Indonesia di kuartal III-2022, yakni Tiongkok sebesar 3,9 persen, Amerika Serikat 1,8 persen, Singapura 4,4 persen, Taiwan 4,1 persen, dan Uni Eropa 2,4 persen.
"Indonesia masih bersyukur, walau di tengah himpitan ancaman ketidakpastian global pertumbuhan ekonomi kita naik dibanding negara lain," ucap Tjandra di Jakarta, (16/11/2022).
Dirinya juga mengatakan, Indonesia disebut telah berpengalaman melewati berbagai krisis. Salah satunya krisis pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2020.
Baca juga: WTO Peringatkan Risiko Resesi di Beberapa Negara Ekonomi Utama
"Tahun 2023 katanya gelap, namun jika dibandingkan 2020 itu lebih mengerikan. Jadi, 2023 walau terjadi gelap atau stagflasi, saya yakin 2023 kita bisa survive. Karena resesi 2023 itu bisa diidentifikasi," ucap Tjandra.
"Nah berbeda dengan 2020, krisis yang diakibatkan pandemi tidak ada yang menyangka dan saat itu berpengaruh terhadap perekonomian," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah juga meyakini Indonesia mampu terhindar dari ancaman resesi global yang bakal terjadi pada tahun depan.
Baca juga: Kementerian Investasi Ungkap Dua Sektor Industri Ini Akan Tetap Cerah di Tengah Ancaman Resesi 2023
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, optimisme tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III-2022 yang sebesar 5,72 persen.
Melejitnya ekonomi domestik didorong oleh konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi oleh mobilitas masyarakat yang makin baik.
"Terkait dengan pertumbuhan perekonomian, kita melihat bahwa resiliensi produk domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar 50,38 persen tentunya dari pengeluaran konsumsi domestik. Nah ini tentu konsumsi domestik ini jadi daya tahan yang kuat," ucap Airlangga dalam konferensi pers secara daring, Senin (7/11/2022).
Baca juga: Ekspor Cokelat Indonesia Diyakini Tidak Terdampak Resesi Global
Selain konsumsi rumah tangga domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung neraca dagang yang masih surplus dan realisasi investasi yang cukup baik di kuartal III-2022.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi selama Januari sampai September 2022 mencapai Rp892,4 triliun.
Meskipun demikian, Airlangga memastikan Pemerintah tidak akan terlena dan tetap berupaya meminimalisir dampak adanya ancaman resesi global.
"Kami pemerintah menjaga langkah-langkah, menjaga daya beli, dan kita juga memperkuat nilai tukar dengan mendorong devisa hasil ekspor dan penguatan dengan negara lain melalui local currency settlemen (LCS) agar Bank Indonesia mendorong kebutuhan devisa bisa dibatasi," ucap Airlangga.