Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA – CEO Amazon, Andy Jassy mengumumkan rencana memperpanjang pemangkasan sejumlah karyawan Amazon hingga 2023 mendatang.
“Keputusan tersebut berlanjut hingga 2023, kami belum menyimpulkan secara pasti tetapi berapa tim akan terpengaruh,” ujar Jassy, Jumat (18/11/2022).
Pengumuman tersebut dia sampaikan usai Amazon melakukan PHK terhadap 10.000 pegawai yang akan mewakili karyawan dari berbagai tim termasuk layanan voice assistant Alexa, serta layanan pada perangkat dan buku Amazon pada awal pekan kemarin.
“Saya telah memegang peran ini selama sekitar satu setengah tahun, dan tanpa diragukan lagi, ini adalah keputusan tersulit yang pernah kami buat selama itu dan, kami harus membuat keputusan yang sangat sulit selama beberapa tahun terakhir, terutama di tengah pandemi,” tulis Jassy dalam sebuah memo yang dikirimkan kepada para pekerja.
CEO Amazon hingga kini masih belum menjelaskan divisi mana saja yang akan terdampak pemecatan pada 2023 mendatang.
Namun melansir dari Bloomberg pemangkasan diperkirakan akan menyasar sejumlah karyawan dari layanan Amazon seperti divisi perangkat kesehatan Halo, tim dari layanan robot Astro, divisi produk rumah pintar Kindle serta karyawan di dicspeaker Echo.
Tindakan yang dilakukan Amazon ini akan menambah beban pengangguran di Amerika Serikat.
Namun, terkait PHK ini manajemen Amazon menyatakan akan membantu pekerja yang terdampak PHK mendapatkan pekerjaan atau peran baru di dalam perusahaan.
Baca juga: Badai PHK Benar-benar Terjadi, Amazon Pecat 10.000 Karyawan Pekan Ini
Perusahaan teknologi yang berbasis di Seattle Washington ini juga akan menawarkan pesangon, tunjangan transisi, serta pembelian saham sukarela.
“Amazon akan menawari karyawan dengan posisi baru, namun bagi mereka yang tidak dapat menemukan posisi baru, Amazon akan memberikan pesangon, tunjangan transisi, dan dukungan untuk mencari pekerjaan di tempat lain.” kata Dave Limp, wakil presiden senior perangkat dan layanan Amazon.
Baca juga: Saham Amazon Merosot 14 Persen Imbas Proyeksi Penjualan di Kuartal IV yang Lemah
Menurut informasi yang beredar,. pemecatan oleh Amazon terjadi lantaran perusahaan saat ini tengah dilanda ketidakpastian ekonomi, akibat penurunan tajam pada pendapatan.
Selama beberapa bulan terakhir Amazon mengalami kerugian hingga 1 triliun dolar AS atau setara Rp 15 kuadriliun (satuan kurs Rp 15.694).
Khawatirkan, kondisi ini akan membuat perusahaan makin terpukul selama musim liburan mendatang, mendorong Amazon melakukan pemangkasan untuk menghemat laju pengeluaran.
Baca juga: Pendiri Amazon: Kondisi Ekonomi Saat Ini akan Memasuki Masa Sulit
Sebelum mengalami kemunduran, raksasa teknologi ini sempat meraup keuntungan yang fantastis selama pandemi terlebih setelah pihaknya meluncurkan beberapa strategi penjualan seperti pemanfaatan layanan cloud computing.
Saking banyaknya konsumen yang berbondong-bondong melakukan belanja online di Amazon, perusahaan ini bahkan menggandakan tenaga kerjanya selama dua tahun terakhir.
Namun setelah perang antara Rusia dan Ukraina mencuat pada awal tahun ini, sektor perekonomian dunia perlahan mengalami guncangan.
Kondisi tersebut bahkan memicu timbulnya gejolak pada sejumlah bisnis teknologi, hingga Amazon mengalami perlambatan pertumbuhan dan sahamnya jatuh lebih dari 40 persen di sepanjang tahun ini.
Berbagai cara mulai diterapkan Amazon untuk mencegah kehancuran perusahaan, diantaranya dengan menutup layanan perawatan kesehatan primer Amazon Care, serta mengurangi operasi dari perusahaan perlengkapan menjahit Fabric.com dan pabrik robot Scout.
Akhir April lalu Amazon juga turut mengurangi jumlah karyawan hampir 80.000 orang. Namun cara tersebut tampaknya belum cukup mampu membuat pertumbuhan Amazon bangkit justru perusahaan ini semakin melemah hingga jatuh ke level terendah sejak 2001.
Alasan tersebut yang mendorong Amazon mengambil langkah ekstrem dengan memecat ribuan karyawannya seperti yang dilakukan Meta dan Twitter baru-baru ini.