TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian ESDM menyampaikan target 53 smelter pada tahun depan, diperkirakan tidak tercapai seiring banyaknya tantangan.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif mengatakan, hingga saat ini Indonesia sudah memiliki 21 smelter.
Kemudian, ada tambahan 7 pada 2022 yang sedang dalam proses, sehingga sampai akhir tahun ini akan ada 28 smelter yang beroperasi.
Adapun di 2023 pemerintah menargetkan akan ada tambahan fasilitas pemurnian hingga mencapai 53 smelter.
Baca juga: Pembangunan Smelter Mempawah Kembali Berjalan, Diharapkan Dapat Menyerap Tenaga Kerja Lokal
“Namun target 53 smelter di 2023 ini yang kemungkinan tidak tercapai,” kata Irwandy dalam webinar yang dikutip dari Kontan, Jumat (18/11/2022).
Menurutnya, banyak tantangan yang harus dihadapi pelaku usaha seperti kendala pada aspek perizinan, pendanaan, kesiapan energi (tarif listrik, biaya instalasi), dan isu lainnya seperti kedatangan alat dan Tenaga Kerja Asing (TKA), teknologi, dan lainnya.
Di sisi lain, pada 2022, ada tantangan lainnya berupa penerapan teknologi bersih. Produk logam hijau akan mendukung ekosistem baterai dan kendaraan listrik. Namun, saat ini produksi logam di Indonesia baru terbatas pada logam utama seperti nikel, emas, perak, tembaga, tetapi produk sampingan belum digarap dengan baik.
Padahal pengembangan ekosistem baterai, stainless steel, dan modul surya yang sudah ada di depan mata sudah cukup berkembang di Indonesia. “Ini tinggal bagaimana memaksimalkan proses hilirisasi,” ujarnya.
Dengan adanya kendala-kendala yang ada, kemungkinan industri nikel ke stainles steel akan dibatasi oleh Kementerian Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) karena produk tersebut banyak memakan nikel kadar tinggi. (Arfyana Citra Rahayu/Kontan)