News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Badai PHK

GoTo Hingga Ruangguru Lakukan PHK, Ekonom: Pemerintah Harus Turun Tangan Kawal Hak Pekerja

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi PHK. Pemerintah didorong turun tangan memastikan korban PHK baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang diputus masa kerjanya, di mana mereka wajib mendapatkan hak- hak sesuai peraturan ketenagakerjaan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri digital, kerap terjadi di sepanjang tahun ini.

Sejumlah perusahaan yang memangkas jumlah karyawannya di antaranya seperti Shopee, LinkAja, dan TaniHub.

Bahkan yang paling baru adalah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) dan juga Ruangguru.

Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, gelombang PHK di perusahaan digital disebabkan oleh tekanan makro ekonomi yang cukup berat paska pandemi.

Baca juga: Buruh Minta Kenaikan Upah 2023 Sebesar 13 Persen di Tengah Badai PHK, GoTo Hingga Industri Tekstil

Mulai dari kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik dan model bisnis yang berubah signifikan.

"Paska pandemi awalnya diharapkan akan terjadi kenaikan jumlah user dan profitabilitas layanan yang kontinu," ucap Bhima kepada Tribunnews, Sabtu (19/11/2022).

"Sebaliknya, harapan mulai pupus ketika konsumen terutama di Indonesia dan negara Asia Tenggara berhadapan dengan naiknya inflasi pangan dan energi sekaligus, sehingga mengurangi pembelian barang dan jasa melalui layanan platform digital," sambungnya.

Bhima juga mengungkapkan, hampir sebagian besar startup yang lakukan PHK massal disebut sebagai ‘Pandemic Darling’ atau perusahaan yang meraup kenaikan GMV (Gross Merchandise Value) selama puncak pandemi 2020-2021.

Karena valuasinya tinggi, maka mereka dipersepsikan mudah cari pendanaan baru.

Faktanya agresifitas ekspansi perusahaan digital ternyata saat ini tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor.

"Banyak investor terutama asing menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi tapi secara profitabilitas rendah, atau model bisnis nya tidak sustain (berkelanjutan)," ucap Bhima.

Selain itu, fenomena overstaffing (kondisi seorang pegawai yang terlalu banyak menguasai bidang tugas) atau melakukan rekrutmen secara agresif juga menjadi salah satu penyebab akhirnya PHK massal terjadi.

Banyak founder dan CEO perusahaan yang over-optimis, ternyata paska pandemi reda, masyarakat lebih memilih omnichannel bahkan secara penuh berbelanja di toko offline (hanya pembayaran pakai digital/mobile banking-transaksi dilakukan manual).

"Akibat overstaffing biaya operasional membengkak, dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital," papar Bhima.

Baca juga: Badai PHK Melanda Perusahaan Teknologi, Wintertech Dimulai, Masa Sulit Telah Datang

Dengan adanya PHK masal ini, pemerintah didorong harus turun tangan memastikan korban PHK baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang diputus masa kerjanya wajib mendapatkan hak- hak sesuai peraturan ketenagakerjaan.

"Karena skala PHK nya masif, Kementerian Ketenagakerjaan harus buat posko untuk menampung apabila ada hak pekerja yang tidak dibayar penuh, maupun ditangguhkan seperti pesangon, dan sebagainya," papar Bhima.

"Pemerintah perlu mempersiapkan lapangan kerja baru, sebagai contoh korban PHK startup dapat diserap ke anak cucu BUMN. Hal ini untuk menghindari Hysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah high-skill worker (keahlian tinggi) menganggur terlalu lama," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini