Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed akhirnya harus memoderasi laju kenaikan suku bunga agar dapat mengurangi risiko pengetatan kebijakan moneter yang berlebihan.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, ada harapan yang kian semakin besar bahwa The Fed akan menaikkan tingkat suku bunganya menjadi sekitar 50 basis poin (bps) pada pertemuan Desember mendatang.
Dalam risetnya, Kamis (24/11/2022) Nico menjelaskan, sebagian besar peserta menilai bahwa perlambatan laju besaran kenaikkan tingkat suku bunga The Fed kemungkinan besar akan segera terjadi.
Namun, Gubernur The Fed Jerome Powell juga mengatakan selama konfrensi pers pasca pengumuman The Fed sebelumnya, di mana ada kemungkinan tarif akan naik lebih tinggi daripada yang diproyeksikan sebelumnya pada pertemuan The Fed bulan September.
"Tentu hal ini cukup bertolak belakang dengan apa yang di dalam risalah. Karena satu sisi, pasar cukup kecewa karena The Fed ingin menaikkan tingkat suku bunga lebih tinggi bahkan lebih lama daripada yang diproyeksikan sebelumnya," katanya.
Namun di satu sisi saat ini ada kemungkinan juga The Fed akan mengurangi besaran kenaikkan tingkat suku bunga.
Baca juga: Investor di BEI Tunggu FOMC The Fed, Suku Bunga, Kredit dan Neraca Perdagangan Masih Pengaruhi IHSG
Hal ini tentu menjadi sebuah sesuatu yang membingungkan, tapi secara jangka pendek hal tersebut akan menenangkan karena ada kemungkinan bahwa The Fed hanya akan menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 50 bps.
Alhasil, penutupan indeks saham di Amerika ditutup lebih tinggi karena adanya harapan, yang didukung oleh penurunan imbal hasil AS Treasury 10 tahun bahkan turun hingga ke arah 3,69 persen.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Turun Imbas Kekhawatiran Penurunan Permintaan dan Kenaikan Suku Bunga The Fed
"Tentu saja pelaku pasar dan investor akan mendengar adanya harapan untuk mulai memindahkan investasinya kepada asset aset yang lebih berisiko," pungkas Nico.