Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Aksi protes terhadap pembatasan Covid-19 yang meluas di penjuru China dalam beberapa hari terakhir telah menimbulkan ketidakpastian politik dan mengguncang pasar keuangan global.
Saham-saham emiten di China dan mata uang yuan jatuh pada Senin (28/11/2022), sementara saham global berada di bawah tekanan dan harga minyak merosot lebih dari 3 persen akibat aksi protes yang juga menuntut presiden Xi Jinping mundur.
"Protes menjadi perhatian dalam jangka pendek," kata Seema Shah, analis di Principal Global Investors.
"Meskipun kami berhati-hati, ada perubahan penting yang terjadi dengan pelonggaran pembatasan Covid-19,” imbuhnya.
Pasar keuangan China mengalami tahun yang menantang akibat dari invasi Rusia ke Ukraina dan kekhawatiran atas pertumbuhan ekonominya karena pembatasan Covid-19 yang ketat serta dampak dari kesengsaraan sektor propertinya.
Menurut data dari Institute of International Finance (IIF), portofolio obligasi China telah membukukan arus keluar setiap bulan sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari, dengan total 105,1 miliar dolar AS selama sembilan bulan.
Selain itu, portofolio saham China kehilangan 7,6 miliar dolar AS pada Oktober, terbesar sejak Maret.
Baca juga: China Perketat Keamanan Shanghai Pasca Meluasnya Protes Anti-Lockdown di Seluruh Negeri
Saham Apple juga turun sebesar 2,7 persen pada Senin, menyusul aksi protes dan eksodus yang dilakukan oleh para pekerjanya di pabrik Foxconn beberapa waktu lalu.
"Rekor kasus di beberapa kota menguji kebijakan (nol-Covid) dan kerusuhan menyoroti besarnya tantangan yang dihadapi Presiden Xi Jinping dan komitmennya terhadap kebijakan nol-Covid," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.
Baca juga: Aksi Protes Lockdown di China Picu Kemerosotan Harga Minyak Mentah 2 Dolar Per Barel
"Kombinasi dari semua ini menciptakan ketidakpastian besar, baik dalam hal bagaimana protes ditangani dan apa arti seluruh pengalaman bagi masa depan kebijakan dan ekonomi,” tambahnya.
Demografi Jadi Fokus Utama China
Harapan bahwa Beijing dapat melonggarkan beberapa pembatasan ketat Covid-19, baru-baru ini mengangkat pasar dari posisi terendahnya dalam satu tahun, yang telah membuat saham blue chip domestik dan indeks Hong Kong anjlok lebih dari 20 persen di tahun ini.
"Peristiwa terbaru akan memperkuat kemungkinan pembukaan kembali," kata Vincent Mortier, kepala investasi grup di Amundi.
Penderitaan ekonomi terkait Covid-19 mulai menjadi isu politik di China, berdampak pada pengangguran kaum muda di kota-kota besar, dan menambah tekanan pada Beijing, yang ingin menghindari kerusuhan sosial.
Baca juga: Harga Minyak Brent Turun 2,16 dolar AS Setelah Aksi Protes Lockdown Memanas di China
Demografi juga menjadi titik tekanan utama bagi China, yang telah melihat pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi sekitar 20 persen pada Juli.
Analis riset ekuitas untuk Asia di Julius Baer, Richard Tang, mengatakan, investor luar negeri lebih khawatir tentang peristiwa baru-baru ini daripada rekan-rekan mereka di dalam negeri, berpotensi mengangkat pasar ekuitas dalam negeri.
Tang memperkirakan bahwa jika tidak ada eskalasi besar dalam situasi ini, investor akan segera mengalihkan fokus kembali ke Konferensi Kerja Ekonomi Pusat Partai Komunis yang diadakan pada Desember, yang menetapkan agenda ekonomi untuk sesi parlemen, dan dapat mengonfirmasi poros kebijakan Covid-19.