Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Vietnam telah menyelenggarakan perundingan teknis tentang Penetapan Batas Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam pada 24-25 November 2022 di Hanoi, Vietnam.
Pertemuan tersebut merupakan pertemuan ke-16, dalam rentang waktu 12 tahun terakhir (pertemuan pertama tahun 2010).
Menanggapi perundingan tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati, menyatakan, pemerintah Indonesia harus menjadikan momentum perundingan tersebut sebagai penegasan tanpa toleransi pemerintah Indonesia terhadap luas teritorial lautnya.
Penegasan tersebut, kata Susan, sebagai bukti bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan mengikuti dasar-dasar penetapan batas ZEE yang telah ditetapkan dalam hukum laut internasional yaitu United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
“Perundingan Laut Natuna Utara harus membuktikan Indonesia berdaulat penuh atas lautnya, sebagaimana juga telah diatur dalam UNCLOS 1982. Klaim kepemilikan Vietnam atas kawasan laut di perairan Natuna Utara tidak berdasar dan bertentangan dengan UNCLOS 1982," kata Susan yang dikutip Kamis (8/12/2022).
"Hal tersebut karena Vietnam bukan merupakan negara kepulauan, melainkan Indonesia-lah yang merupakan negara kepulauan. Merujuk aturan UNCLOS 1982, pemerintah Indonesia berhak untuk mengklaim kawasan perairan ZEE sepanjang 200 mil dari garis pantai yang ada di Kepulauan Natuna,” sambung Susan Herawati.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tegas Terhadap Kapal Ikan Asing Vietnam yang Melanggar ZEE Indonesia
Kepulauan Natuna didominasi oleh kawasan laut, sehingga memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang sangat melimpah, bahkan memiliki potensi cadangan sumber daya minyak dan gas.
Kiara mencatat pada 2020, produksi perikanan tangkap di perairan Natuna sebesar 120.583,29 ton.
Data dan Informasi Kiara 2022 mencatat bahwa perairan Laut Natuna Utara dimanfaatkan oleh 5.590 rumah tangga perikanan tangkap lokal yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya perikanan ada di perairan laut Kabupaten Natuna.
Baca juga: Rugikan Nelayan, KNTI Tolak Pemberian Konsesi ZEE ke Vietnam
Sedangkan jumlah alat produksi yang mereka gunakan adalah sebanyak 4.417 unit, yang terdiri dari, perahu tanpa motor sebanyak 1.141 unit, perahu motor tempel sebanyak 294 unit dan kapal motor sebanyak 2.982 unit.
“Kiara mencatat bahwa sumber daya perikanan belum dimanfaatkan secara merata karena jumlah kapal penangkap ikan tidak berbanding lurus dengan jumlah keluarga nelayan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap keluarga nelayan memiliki paling sedikit satu alat produksi, berupa perahu penangkap ikan. Sehingga nelayan dapat berdaulat dan memanfaatkan sumber daya perikanan di perairan Natuna, khususnya perairan Natuna Utara,” papar Susan.
Baca juga: Dinilai Berdampak Negatif, Serikat Nelayan Indonesia Tolak Konsesi ZEE untuk Vietnam
Salah satu poin krusial dalam pertemuan teknis tentang Penetapan Batas Wilayah ZEE Indonesia-Vietnam adalah pertimbangan Indonesia untuk memberikan konsesi laut kepada Vietnam.
Kiara memberikan 2 catatan utama. Pertama, jika pemerintah Indonesia memberikan konsesi laut kepada Vietnam, hal ini jelas bahwa pemerintah memberikan karpet merah kepada Vietnam yang selama ini melakukan praktik pencurian ikan dan IUU Fishing di perairan Indonesia.
Pemberian konsesi akan merugikan nelayan lokal dan Indonesia akan kehilangan ruang dan klaim atas sumber daya alam yang terkandung dalam konsesi tersebut.
Kedua, pemberian konsesi akan mempersempit luas kedaulatan Indonesia terhadap teritorial lautnya, dan memperluas teritorial laut Vietnam.
“Kiara menilai pemerintah Indonesia harus bersikap tegas terhadap pemerintah Vietnam atas kedaulatan teritorial Indonesia. Sikap tegas lainnya adalah dengan memperkuat pertahanan dan melakukan pengamanan batas-batas wilayah pulau terluar, salah satunya dengan menindak tegas aktivitas pencurian ikan oleh asing,” tegas Susan.