Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional.
Hal itu menanggapi wacana regulasi pembatasan tembakau yang dikampanyekan Bloomberg Philanthropies.
“Regulasi pembatasan tembakau harus dilihat objektifnya dengan jelas, harus membahas kesehatan dan pembangunan secara umum,” ucap Benny dalam keterangannya, Kamis (15/12/2022).
Padahal dalam konteks Indonesia, kata Benny, kaitan pembangunan dan kesehatan banyak, ada soal air bersih, kesejahteraan tenaga kesehatan, target vaksinasi Covid-19, dan masih banyak lagi. APCAT baik-baik saja.
Baca juga: Gaprindo Minta Peritel Bersama Pemerintah Pusat dan Pemda Lebih Aktif Cegah Perokok Anak
Gaprindo sangat keberatan terkait dorongan untuk menerbitkan regulasi pembatasan tembakau secara berlebihan.
“Ini yang terjadi di beberapa peraturan daerah, seperti di Kota Bogor dan Kota Depok, dimana regulasi pembatasan rokoknya bahkan melampaui ketentuan regulasi yang berada di atasnya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012,” ungkap Benny.
Penetrasi-penetrasi seperti ini bahkan dinilai Benny bukan lagi kampanye atau edukasi terhadap kesehatan public, melainkan bentuk intervensi yang dilakukan organisasi asing terhadap regulasi-regulasi di Indonesia.
“Apalagi regulasi terkait IHT juga terdapat kepentingan mulai dari penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan petani, yang seharusnya tidak diintervensi dari luar pemerintahan Indonesia karena sensitif serta menyangkut kondisi perekonomian negara,” urainya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN-APTI) Agus Parmuji juga menilai PP 109/2012 menjadi salah satu target intervensi oleh kelompok antitembakau.
“Saya melihat dorongan revisi PP 109/2012 memang dilakukan oleh kekuatan besar yang didukung dengan kucuran dana lembaga donor asing, yaitu Bloomberg Philanthrophies. Makanya kami menolak keras rencana revisi, karena implementasi regulasi yang berlaku saat ini pun sebenarnya sudah sangat ketat,” ucap Agus.
Jika PP 109/2012 direvisi pun belum tentu menguntungkan Indonesia, tapi sudah pasti akan langsung mematikan petani tembakau.
“Padahal, kebijakan cukai baru saja naik,” papar Agus.
Oleh karenanya, Agus turut mendorong pemerintah agar dapat mandiri dalam menentukan regulasi tanpa campur tangan LSM- LSM yang sudah jelas disponsori oleh lembaga donorasing.
Kelompok-kelompok ini nyatanya tidak peduli terhadap nasib petani tembakau yang sudah pasti akan terdampak akibat poin-poin pelarangan total yang dimuat dalam revisi PP 109 Tahun 2012.