News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Akademisi UI Minta Pemerintah Bijaksana Kaji Industri Tembakau Padat Karya

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). Pemerintah berencana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen mulai 1 Januari 2024 yang akan berdampak terhadap harga jual eceran rokok di masyarakat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Kris Wijoyo Soepandji, melihat perlu adanya pertimbangan untuk dampak negatif yang muncul atas berbagai kebijakan yang diberlakukan untuk industri tembakau. 

Salah satu yang disoroti adalah Rancangan Permenkes yang merupakan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Kris menganggap rencana aturan ini bisa mengancam pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja di industri tembakau yang padat karya. 

Padahal, pada masa pandemi lalu, pemerintah melakukan berbagai langkah tepat untuk melindungi masyarakat yang terlibat dalam sektor padat karya seraya meningkatkan pendapatan negara. 

Dirinya mengimbau pemerintah untuk tetap mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang melindungi perekonomian nasional pascapandemi.

“Yang perlu kita lihat secara lebih bijaksana adalah apakah betul kebijakan itu, dalam bentuk hukum, akan bisa mendorong kemajuan, kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Kris melalui keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).

Maka, dalam menentukan kebijakan yang mendorong tujuan tersebut, Kris meminta pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang sesuai dengan tujuan pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden RI Prabowo Subianto. 

Ia juga menilai perlu adanya pelibatan publik dari berbagai sektor agar pemerintah memiliki pertimbangan yang kuat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam mengedepankan seluruh aspek kepentingan nasional.

"Kebijakan harus dilihat dari sisi positive externality dan negative externality atau manfaat serta biaya yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi," katanya. 

Jika memang terdapat negative externality, maka pemerintah akan melakukan pengendalian dengan berbagai opsi yang tidak merugikan perekonomian nasional. 

Dalam hal ini, Rancangan Permenkes dinilai berisiko menggerus pendapatan negara, sedangkan visi pengendalian konsumsi rokok dalam beleid tersebut masih diragukan.

Baca juga: Komisi IV DPR: PP Kesehatan Berdampak Luas Terhadap 2,3 Juta Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau

Pasalnya, industri tembakau merupakan salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja secara signifikan. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini