TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IV DPR RI mengunjungi penggilingan beras modern milik PT Wilmar Padi Indonesia di Serang, Banten, yang membeli gabah kering giling (GKP) petani dengan harga lebih tinggi.
Adapun strategi perusahaan membeli harga lebih tinggi karena efisiensi produksi dan pemanfaatan seluruh produk ikutan (by-product) padi menjadi produk hilir yang memberikan nilai tambah.
"Kalau Wilmar bukan hanya produksi beras tapi ada bekatul, menirnya, sekam. Ini kan dijual semua, bisa jadi rice bran oil. Jadi turunannya banyak. Kalau penggilingan kecil hanya punya pengilingan sama gabah. Bekatulnya belum tentu mereka bisa pilah," kata Ketua Komisi IV DPR RI Sudin yang ditulis Kamis (15/12/2022).
Terkait hal itu, Sudin mengimbau agar Wilmar bersedia menggandeng penggilingan kecil-menengah dengan menyerap produk sampingannya, seperti menir yang digunakan sebagai bahan tepung beras, dedak dan sekam.
Baca juga: Badan Pangan Akui Stok Beras Masih Ada di Penggilingan Padi, Apakah Masih Perlu Impor?
"Ini mereka kumpulkan dan dijual. (Penggilingan) yang kecil suplai yang besar. Yang besar bantu yang kecil. Selama ini (bekatul) masih dianggap waste atau sampah," ujarnya.
Dalam kunjungan kerja tersebut, anggota Komisi IV DPR RI menyampaikan masukan dan arahan terkait dengan perberasan.
Mereka juga mendengarkan pemaparan dari Rice Unit Head PT Wilmar Padi Indonesia Saronto mengenai model bisnis serta Farmer Engagement Program yang merupakan corporate social responsibilty (CSR) perusahaaan.
Saronto menjelaskan, tujuan utama perusahaan masuk ke bisnis pengillingan padi untuk mensejahterakan petani dan berkontribusi membantu pemerintah mengendalikan inflasi yang seringkali terpengaruh akibat kenaikan harga beras.
Menurutnya, perusahaan tidak hanya berbisnis tetapi ingin memberikan nilai tambah terhadap bisnisnya melalui pendampingan petani untuk meningkatkan produktivitasnya dan memberikan harga beli yang fair (adil).
Hingga tahun ketiga, pihaknya telah menjalin kerjasama pembinaan terhadap 5.559 petani dengan luas lahan 4,424 hektare (ha) dan 49 demplot.
Kerjasama tersebut tersebar di Mojokerto, Ngawi, Madiun, Bojonegoro, Banten, Kuala Tanjung, Medan, dan Palembang. "Petani senang dengan kerjasama ini. Mereka kembali pada musim tanam kedua dan ketiga," tutur Saronto.
Menurut dia, dari uji coba melalui demplot diperoleh peningkatan produksi sebesar 15-30 persen.
Sedangkan aplikasi di lapangan dengan luasan yang besar peningkatan produksi petani rata-rata 15 persen. Hal itu turut berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan petani dan sejalan dengan visi dan misi perusahaan agar generasi muda tertarik masuk ke pertanian.
Dalam mendampingi petani, perusahaan telah menurunkan surveyor yang memantau harian ke petani langsung. Pihaknya juga bekerjasama dengan produsen bibit unggul, pestisida dan Pupuk Mahkota yang diproduksi PT Wilmar Chemical Indonesia.
Hal itu merupakan faktor utama dalam peningkatan produksi. "Kalau faktor utamanya sudah tersedia, peningkatan produksi akan sangat mungkin tercapai," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Saronto juga menjawab pertanyaan dari Komisi IV mengenai isu monopoli beras oleh Wilmar.
Ia mengatakan, penyerapan yang dilakukan perusahaan masih sangat kecil dibanding total produksi di Indonesia. Contonya, penyerapan di Jawa Timur hanya 2,93 persen, Banten 0,75 persen dan Lampung 0,53 persen.