Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (BTN) bersama World Saving Bank Institute (WSBI) atau asosiasi Bank ritel dan tabungan internasional menyelenggarakan Pertemuan ke 28 WSBI Asia Pacific Regional Meeting.
Acara tersebut bertema Sustainable and Resilient - Savings and Retail Banks in the Post-Pandemic Era, di mana hal ini merupakan tindak lanjut hasil konferensi tingkat tinggi G20 beberapa waktu lalu di Bali.
Direktur Utama, Haru Koesmahargyo mengatakan, kegiatan ini membahas secara bersama dalam diskusi, bertukar informasi mengenai langkah-langkah dan strategi penguatan digitalisasi, inklusi keuangan dan green financing, serta membahas hasil G20 sebelumnya.
Baca juga: Ekonom Prediksi Perbankan Akan Manaikkan Suku Bunga KPR Pada Kuartal II 2023
"Stabilitas perekonomian negara-negara pada saat pandemi Covid-19 yang terjadi selama dua tahun terakhir sangat tergantung pada peran perbankan dalam melakukan fungsi intermediasi, dan peningkatan inklusi keuangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, usaha mikro kecil dan menengah,” kata Haru dalam keterangannya, Jumat (16/12/2022).
Ia menyebut, BTN mendukung pemulihan ekonomi Indonesia khususnya dari sektor properti, di mana perseroan pun telah menguatkan digitalisasi dalam layanan bank.
“Beberapa hal yang kami jalankan adalah dengan memperkuat sentralisasi proses bisnis dan memfokuskan kantor cabang pada penjualan, kami juga memperkuat pencadangan kredit bermasalah untuk memperkuat pondasi BTN dalam menjalankan ekspansi bisnis serta meningkatkan jumlah dana murah yang terbukti berhasil menurunkan cost of fund secara signifikan,” ujarnya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Peter Simon, Managing Director dari WSBI European Saving & Retail Bank, menyampaikan, perbankan menjadi garis pertahanan utama yang menyokong stabilitas perekonomian.
Setelah pandemi, Simon mengungkapkan tantangan perekonomian tetap lebih menantang khususnya di benua Eropa.
“Banyak yang berharap, setelah pandemi berakhir, seolah-olah dalam beberapa bulan semuanya bisa kembali seperti sebelum Januari 2020. Apa yang kita semua lihat agak berbeda. Sekarang jelas bahwa tahun-tahun pandemi meninggalkan sejumlah perubahan permanen bagi kita. Krisis di Ukraina, prospek geopolitik yang lebih rumit, dan meningkatnya inflasi di Eropa dan Amerika Utara mempersulit kami untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut,” kata Simon.
Terkait dengan tema pertemuan WSBI, Simon menjelaskan perbankan dituntut oleh para pemangku kepentingan, pemerintah maupun masyarakat untuk meningkatkan digitalisasi dan perekonomian berkelanjutan.
Baca juga: Perbankan Kirim Tim Rescue dan Logistik untuk Korban Gempa Cianjur
Ia menilai urgensi transisi ke model ekonomi yang lebih berkelanjutan semakin nyata.
“Tantangan terbesar kita di abad baru ini adalah mengambil ide yang tampak abstrak yaitu pembangunan berkelanjutan dan mengubahnya menjadi kenyataan bagi semua orang di dunia,” ujar Simon.
Simon pun menilai ada sejumlah prioritas untuk merealisasikan ide mengenai hal tersebut di atas, di antaranya berinvestasi dalam solusi berbasis alam, proaktif berkolaborasi dengan masyarakat, dematerialisasi model bisnis dan meningkatkan tata kelola dan kolaborasi global yang efektif.
“Saya percaya bahwa ada alasan kuat untuk optimisme di masa depan. Namun Keberlanjutan dan Ketahanan itu hanya akan dapat dilanjutkan dan dicapai jika kita memiliki strategi yang matang,” jelas Simon.
Baca juga: Hadapi Tantangan 2023, Bank Mandiri Sinergi dengan BPD Perkuat Industri Perbankan Tanah Air
Kemudian menurut Rionald Silaban, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Kementerian Keuangan yang hadir secara virtual menyampaikan, pandemi dan kondisi geopolitik mempengaruhi perekonomian negara-negara sehingga tentangan semakin besar.
”Meski banyak tantangan tapi tanda-tanda pemulihan ekonomi juga terlihat,” kata Rionald.
Peran perbankan, lanjut Rionald, memainkan peran yang sangat krusial dalam mendukung pemulihan ekonomi, memperluas akses layanan perbankan dan disisi lain menghadapi tantangan profitabilitas sambil beradaptasi dengan perubahan konsumsi masyarakat.
“Meskipun demikian, hal ini membuahkan peluang bagi perbankan, misalnya digitalisasi yang mendatangkan kesempatan unik bagi perbankan untuk menggapai meningkatkan layanannya dan menambah nasabah baru khususnya dari usaha kecil mikro dan menengah,” kata Rionald.