Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) mendorong Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) untuk meningkatkan Leadership Capacity dalam menghadapi keadaan pasca pandemi.
Acara Indonesia Financial Sektor Outlook (IFSO) diselenggarakan oleh Majalah Stabilitas – LPPI di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, beberapa waktu lalu guna mendukung IKNB hadapi kondisi pasca pandemi.
Pada kesempatan tersebut, Chief Executive Officer (CEO) PT BRI Asuransi Indonesia (BRINS) Fankar Umran, menyampaikan perkembangan industri asuransi umum di Indonesia sampai dengan tantangan asuransi umum di era VUCA, serta strategi bisnis yang harus dilakukan perusahaan asuransi umum agar tetap sustain.
Baca juga: Lowongan Kerja LPPI untuk Lulusan D3-S1 Penempatan Aceh dan Sumut
Sektor ekonomi memilki tiga pilar, yakni pendanaan, pembinaan, dan yang terakhir adalah proteksi.
Namun, dengan ekonomi yang besar, tapi kontribusi proteksi atau asuransi menjadi yang terkecil ke perekonomian indonesia.
Maka tidak heran sumbangan asuransi terhadap PDB di Indonesia 0,47 persen. Sementara sumbangan asuransi di Malaysia telah menyentuh angka 4,28% ke PDB, dan negara maju di atas 10%.
“Menurut data head-to-head, memang kecil. Tetapi asuransi general (umum) menentukan pertumbuhan ekonomi. Karena asuransi berperan penting dalam dunia ekonomi, khususnya ekspor dan perdagangan baik diluar dan dalam negeri,” ujar Fankar dalam seminar tersebut, yang ditulis Minggu (18/12/2022).
Menurutnya, salah satu pemicu rendahnya kontribusi asuransi ke PDB antara lain karena tingkat literasi dan inklusi asuransi sangat rendah, yaitu hanya sebesar 31% dari penduduk Indonesia. Sementara itu literasi dan inklusi perbankan sudah mencapai 50%.
“Rendahnya literasi terjadi karena persepsi masyarakat terkait industri asuransi yang belum sesuai. Maka itu, perusahaan asuransi perlu mempelajari bagaimana cara membangun persepsi yang baik,” tegas Fankar.
Fankar melihat, potensi bagi bisnis asuransi umum sangat besar, utamanya peluang memproteksi bisnis UMKM.
Sebabnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh UMKM. Jumlah pelaku UMKM di Indonesia tahun 2022 sebanyak 78,05 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 60%.
“Kontribusi besar UMKM, namun tetap perlu proteksi. Asuransi mikro hanya 17% di indonesia, padahal hanya 50 ribu rupiah setahun,” ungkap Fankar.
Baca juga: Bank Indonesia: Modal Asing Keluar dari Pasar Keuangan Domestik dalam Sepekan Senilai Rp830 Miliar
Fankar juga memaparkan, untuk pertumbuhan yang optimal membutuhkan optimalisasi data dan digitalisasi. Pemanfaatan teknologi digital untuk proses bisnis dengan tetap menjaga sentuhan personal yang berkualitas (high tech and high touch).
“Data analysis penting bertujuan untuk optimalisasi business performance. Sebab saat ini industri dihadapkan dengan era digital technology distruption, dimana perusahaan asuransi saling berkompetisi, karena fintech juga mulai dikenal di masyarakat,” imbuhnya.
Selain itu, Fankar menegaskan tata kelola perusahaan harus tetap memperhatikan rambu-rambu risk manajemen yang baik dalam menangkap peluang untuk tumbuh.
“Manajemen risiko pada perusahaan sangat penting, dan harus dipersiapkan. Data bisa sama, namun pembacaanya berbeda, bahkan bisa kontradiktif,” jelas Fankar.
Bagi perusahaan asuransi, lanjutnya, proteksi kendaraan bermotor memiliki risiko yang tinggi, karena kecelakaan bisa terjadi kapan saja, meskipun membawa kendaraan hati-hati namun tetap saja ada risiko di jalanan.
Untuk itu tidak cukup dengan membaca data hanya dari internal, tetapi juga sumber dari luar perusahaan.