Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - House of Lords memperingatkan bahwa eksodus yang dilakukan lebih dari setengah juta orang tenaga kerja Inggris sejak dimulainya pandemi virus corona (Covid-19), menimbulkan tantangan serius bagi perekonomian negara.
Menurut sebuah laporan berjudul 'Ke Mana Perginya Semua Pekerja?' yang dikeluarkan oleh Komite Urusan Ekonomi pada Selasa lalu, pensiun dini di antara usia 50 hingga 64 tahun merupakan faktor terbesar dari empat faktor yang mempersulit pengisian lapangan pekerjaan.
Laporan tersebut menyoroti bahwa meningkatnya penyakit, perubahan struktur migrasi dan populasi Inggris yang menua juga berkontribusi terhadap krisis tenaga kerja.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (21/12/2022), peningkatan tajam dalam ketidakaktifan ekonomi saat orang dewasa usia produktif tidak bekerja atau tidak mencari pekerjaan, justru memperburuk tekanan inflasi saat ini dan merusak pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat.
Baca juga: Di Bawah Kepemimpinan Ranil Wickremesinghe, Inflasi Sri Lanka Susut Jadi 65 Persen
Ini juga mengurangi pendapatan yang tersedia untuk membiayai layanan publik, sementara permintaan untuk layanan tersebut diprediksi mengalami pertumbuhan.
"Mereka yang sudah tidak aktif secara ekonomi menjadi lebih sakit, artinya mereka cenderung tidak kembali bekerja," kata Ketua Komite Urusan Ekonomi House of Lords, Lord Bridges of Headley.
Laporan tersebut muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa Inggris mungkin merupakan satu-satunya negara di negara maju di mana lapangan kerja masih diperkirakan berada di bawah tingkat pra-pandemi pada awal 2023.
Data resmi menunjukkan inflasi yang melambat dari puncaknya lebih dari 11 persen pada Oktober lalu menjadi 10,7 persen pada bulan lalu.
Angka ini masih termasuk tingkat tertinggi sejak awal 1980-an.
Pertumbuhan upah rata-rata di negara tersebut dilaporkan telah menguat menjadi sekitar 6 persen dalam beberapa bulan terakhir, namun tetap jauh di bawah inflasi.