Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA – Rosatom, perusahaan yang berspesialisasi dalam energi nuklir di Rusia, memproyeksikan pertumbuhan dalam aktivitas ekspor sebesar 15 persen di tahun ini.
Selain memproyeksikan pertumbuhan dalam aktivitas ekspor, Rosatom juga mengatakan bahwa portofolio pesanan luar negerinya tetap stabil di angka 200 miliar dolar AS sepanjang tahun ini.
“Sejauh ini ekspor telah tumbuh 15 persen, tetapi orang harus memahami bahwa ini jauh dari batas," kata Alexei Likhachev, CEO Rosatom, mengutip Reuters.
Baca juga: Gazprom: China Sepakat Bayar Gas Rusia Pakai Mata Uang Rubel dan Yuan
Likhachev juga mengatakan bahwa pertumbuhan tersebut antara lain berasal dari kontrak yang telah dilaksanakan, pasokan bahan bakar, produk uranium yang ditingkatkan, serta layanan konversi.
“Ini juga termasuk pembangunan 23 unit tenaga nuklir di berbagai proyek di belasan negara,” tambahnya.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari lalu, Rosatom secara mengejutkan tidak mendapat sanksi dari Barat, meskipun Amerika Serikat mempertimbangkannya awal tahun ini.
"Bahkan dalam kondisi seperti itu, portofolio pesanan asing kami selama 10 tahun ke depan stabil di level 200 miliar dolar AS," kata Likhachev.
"Tahun ini kami akan mengatasi hambatan psikologis penting dalam pasokan produk kami di luar negeri sebesar 10 miliar dolar AS,” imbuhnya.
Pada Agustus lalu, Rosatom dan mitranya dari Finlandia, Fennovoima, telah mengajukan klaim atas kerugian miliaran dolar satu sama lain terkait keputusan Fennovoima membatalkan rencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Finlandia.
Adapun konsorsium Fennovoima, di mana Rosatom memiliki minoritas saham sebesar 34 persen, pada Mei lalu telah mengakhiri kontrak untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di tanjung Hanhikivi, Finlandia barat, dengan alasan penundaan dan kemudian peningkatan risiko akibat perang di Ukraina.
Baca juga: Gazprom: Rusia Miliki Cukup Gas, Setidaknya untuk 100 Tahun
Di samping itu, Rosatom juga telah melakukan pembicaraan dengan Badan Energi Atom Internasional tentang zona aman di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia yang dikendalikan Rusia di Ukraina.