TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta perusahaan yang masuk pada bisnis hilir penyaluran bahan bakar minyak (BBM) untuk menambah jumlah SPBU di sejumlah kawasan.
Bukan tanpa alasan, permintaan tersebut disampaikan seiring bisnis hilir penyaluran BBM yang makin kompetitif setelah PT Pertamina (Persero) menaikkan harga jual produk mereka pada awal bulan lalu.
Anggota Komisi BPH Migas Saleh Abdurrahman menekankan persaingan harga jual BBM yang kini mendekati seimbang mendorong investasi yang signifikan pada pembangunan unit-unit stasiun pengisian bahan bakar tersebut dari sejumlah badan usaha.
Namun, Saleh menyayangkan konsentrasi pembangunan SPBU masih terpusat pada kawasan yang padat penduduk, terutama di kota besar di Pulau Jawa.
“Kita berharap jangan hanya di daerah-daerah padat penduduk tapi juga menyebar hingga daerah-daerah terdepan, terluar dan tertinggal,” kata Saleh.
Saleh menambahkan bahwa iklim investasi serta keuntungan bisnis hilir penyaluran BBM domestik relatif baik hingga saat ini, misalnya sejumlah merek dagang di luar Pertamina ikut meningkatkan pengadaan unit SPBU mereka di beberapa wilayah saat ini.
“Indikatornya di SPBU-SPBU yang ada saat ini, bisa dilihat selain Pertamina ada beberapa yang lain juga,” ujarnya.
Persaingan bisnis penyaluran makin ketat
Langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar, serta BBM non-subsidi yakni Pertamax, membuat tingkat persaingan di bisnis BBM antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan swasta seperti salah satunya PT Shell Indonesia kian mendekati seimbang.
Hal ini dapat dilihat dari harga bahan bakar yang disediakan. Per 3 September 2022, harga Pertalite dari sebelumnya Rp7.650 per liter kini naik menjadi Rp10.000 per liter. Kemudian, harga solar subsidi dari Rp5.150 per liter naik menjadi Rp6.800 per liter. Selanjutnya, harga Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 per liter naik menjadi Rp14.500 per liter.
Sebagai salah satu perusahaan penyalur BBM, Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian mengatakan, penyesuaian harga oleh Pertamina berpengaruh terhadap peningkatan penjualan BBM milik Shell.
“Ada tren positif dari penyesuaian harga itu [BBM Pertamina], karena dilihat dari meningkatnya volume kendaraan yang datang ke SPBU kami. Tapi ini kan masih baru, September lalu. Jadi kalau ditanya dampaknya secara menyeluruh kita perlu monitor dulu tapi kita lihat ada tren positif,” kata Ingrid.
Lebih lanjut, Inggrid menambahkan Shell memiliki sejumlah faktor dan indikator untuk menentukan harga BBM, salah satunya harga minyak mentah di pasar global.
“Kami, juga lihat fluktuasi nilai tukar mata uang, pajak, cukai, biaya distribusi, konstanta dari pemerintah. Semua itu kita masukkan jadi dasar dari harga jual bahan bakar kita,” ungkapnya.