TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengkritisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang baru saja diterbitkan di penghujung 2022 oleh Presiden Joko Widodo.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan Perppu yang akhirnya diterbitkan berbeda 99 persen dari draf yang pernah ia dan Presiden KSPI Said Iqbal serahkan.
Ia mengaku telah menyerahkan draf usulan dari para buruh sejak empat bulan lalu.
Baca juga: Sekjen PDIP Sebut Perppu Cipta Kerja sebagai Langkah Antisipasi Krisis
"Sangat terkejut kami ketika di penghujung 2022, Perppu yang dikeluarkan berbeda jauh dengan draf yang kami berikan," kata Andi dalam konferensi pers di kantor KSPSI, Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Semestinya, dalam pekan pertama Januari 2023, pihaknya akan kembali memberi draf usulan buruh. Namun, ternyata sudah terbit dan 99 persen berbeda dari yang mereka usulkan.
"Jadi, tadi malam saya sudah melakukan komunikasi tingkat tinggi bersama Pemerintah dan di instansi mana yang berubah," ujar Andi.
Hal itu dilakukan olehnya karena ketika bertanya kepada pihak Kementerian Ketenagakerjaan, tidak ada yang tahu menahu mengenai isi Perppu tersebut sebelum diumumkan oleh Jokowi.
Baca juga: Dugaan Presiden KSPSI: Jokowi Tak Tahu Rincian Perppu Cipta Kerja: Cuma Garis Besarnya
"Artinya, yang menjadi pertanyaan, saya sebagai yang menyampaikan usulan dari serikat buruh, di instansi mana ini (Perppu Cipta Kerja) berubah?" katanya.
Langkah berikutnya apabila komunikasi bersama Pemerintah gagal, pihaknya akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Langkah itu harus kami ambil apabila tidak ada kejelasan." ujarnya.
Ia menyebut jika Pemerintah masih memiliki niat baik, usulan dan keinginan buruh dapat diterapkan di peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP).
Adapun beberapa poin yang dikritisi oleh KSPSI, di antaranya mengenai penetapan upah minimum, outsourcing (alih daya), penghapusan cuti panjang, dan besaran pesangon yang diterima pekerja.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Dinilai Dapat Jadi Pegangan Hukum Dunia Usaha Sektor Telekomunikasi
Pertama, soal penetapan upah minimum yang ada di dalam pasal 88 disebutkan Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.
Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota.
"Kata 'dapat' itu bisa menimbulkan celah di mana Gubernur bisa saja tidak menetapkan kenaikan upah minimum," ujar Andi.
Selain itu formula kenaikan upah yang tercantum pada pasal 88D Perppu Cipta Kerja disebutkan variabel perhitungan kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indikator tertentu.
"Indeks tertentu itu seperti apa? Harus dijelaskan secara jelas. Di dalam pasal tersebut tidak dijelaskan. Misalnya, pertumbuhan ekonomi dan indikator tertentu. Indeksnya seperti apa yang disampaikan Pemerintah?" katanya.
Kedua, pada pasal 64 sampai pasal 66 soal pekerja alih daya atau outsourcing.
Dalam Perppu tersebut tidak dijelaskan secara detail jenis pekerjaan apa saja yang boleh dilakukan oleh pekerja alih daya.
Baca juga: Mahfud MD: Tidak Ada Unsur Koruptif Dalam UU Cipta Kerja
Oleh karena itu, ia menyebut KSPSI meminta Pemerintah agar mengembalikan aturan pekerja alih daya ke UU Ketenagakerjaan yang membatasi lima jenis pekerjaan, yaitu sopir, petugas kebersihan, security, catering, dan jasa migas pertambangan
Ketiga, penghapusan cuti panjang bagi pekerja.
"Keempat, mengenai besaran pesangon yang diterima pekerja di Perppu Cipta Kerja tidak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja," ujar Andi.
"Itu dapat mengakibatkan pekerja tidak bisa melakukar perundingan atas pesangon yang biasanya diterima dua atau tiga kali lebih besar dari ketentuan, sesuai dengan kemampuan perusahaan," katanya melanjutkan.
Perppu Cipta Kerja Bakal Dibahas DPR Usai Reses
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2/2022 tentang Cipta Kerja bakal dibahas fraksi-fraksi di DPR usai masa reses selesai.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, menanggapi diterbitkannya Perppu Cipta Kerja.
"Kita baru akan aktif masa sidang pada tanggal 10 Januari, dan tentunya DPR RI akan mempelajari isu Perppu tersebut. Kemudian seperti mekananisme yang ada," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Dugaan Presiden KSPSI: Jokowi Tak Tahu Rincian Perppu Cipta Kerja: Cuma Garis Besarnya
"Tentunya Perppu itu akan dibahas dengan fraksi-fraksi yang ada di DPR," lanjut Dasco.
Lebih lanjut, Dasco menegaskan bahwa hingga kini Perppu Cipta Kerja sama sekali belum dibahas oleh DPR RI.
"Jadi Perppu tentang Ciptaker yang sudah dikeluarkan oleh presiden itu kita belum mempelajari, karena memang baru disampaikan pada saat masa reses," tandas Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan mendesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.
"Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat," kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).
Baca juga: Asosiasi Tekstil Keluhkan Perppu Cipta Kerja Hingga Pesanan Turun di Awal 2023
Namun, isu Perppu tersebut banyak dikritik oleh sebagian kalangan, lantaran dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.