Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Sejumlah raksasa perbankan di Amerika Serikat (AS) diprediksi akan melaporkan laba yang rendah di kuartal keempat 2022.
Imbas dari pengetatan moneter yang diberlakukan The Fed selama beberapa bulan terakhir.
Perlambatan ekonomi dan kontraksi yang terjadi di pasar global akibat lonjakan harga pangan dan energi, telah mendorong laju inflasi Amerika melesat ke level tertinggi dalam 41 tahun terakhir yakni di kisaran 9,1 persen pada Juni 2022 lalu.
Kenaikan ini yang kemudian mendorong The Fed untuk memperketat kebijakan suku bunga selama tujuh bulan berturut-turut, dimulai dari Maret lalu dimana The Fed mengumumkan kenaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Baca juga: Inflasi Eropa Melandai Jadi 9,2 Persen, ECB Pilih Kencangkan Suku Bunga Acuan
Kemudian di bulan Mei 2022 The Fed kembali memperketat kebijakan dengan membawa suku bunga ke kisaran 50 basis poin.
Melanjutkan kenaikkan di bulan sebelumnya selama Juni, Juli, September, dan November The Fed kembali memacu suku bunga dengan masing – masing kenaikkan sebanyak 75 persen, serta bunga 50 bps pada Desember 2022.
Meski kenaikkan suku bunga dianggap sebagai cara paling efektif untuk menyeimbangkan harga dan menekan laju inflasi, sayangnya kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed telah memicu penurunan laba pada sejumlah perbankan di AS.
Lantaran kebijakan moneter The Fed telah mengerek naik suku bunga di perbankan, hingga membuat bunga dana pinjaman ikut melonjak ke level tertinggi di tengah naiknya harga pangan dan energi.
Tekanan ini yang kemudian membuat para investor AS mulai mengurangi pinjaman, merger, akuisisi, dan penawaran umum yang ditawarkan para perbankan.
Imbasnya pendapatan perbankan investasi global seperti JPMorgan Chase & Co, Bank of America Corp, Citigroup Inc dan Wells Fargo & Co, Morgan Stanley hingga Goldman Sachs diproyeksikan turun menjadi 15,3 miliar dolar AS selama kuartal keempat 2022.
Jumlah tersebut anjlok drastis sekitar 50 persen bila dibandingkan dengan kuartal di tahun sebelumnya.
"Dengan sebagian besar ekonom AS memperkirakan resesi atau perlambatan signifikan tahun ini, bank kemungkinan akan memasukkan prospek ekonomi yang lebih parah," kata analis Morgan Stanley seperti yang dikutip dari Reuters.
Selain membukukan kerugian pendapatan, keenam bank tersebut juga diprediksi akan mengalami penurunan laba bersih rata-rata sebesar 17 persen pada kuartal keempat dari tahun sebelumnya.
Dengan kerugian dipimpin oleh Morgan Stanley dan Bank of America, lantaran keduannya telah membukukan penurunan nilai atas pinjaman sebesar 13 miliar dolar AS akibat terlibat pendanaan pembelian Twitter di bulan Agustus lalu.
Walau kontraksi ekonomi dan sentimen panas para investor akan menghantui perbankan di Amerika, akan tetapi Susan Roth Katzke, seorang analis di Credit Suisse menyebut bahwa tekanan itu akan dapat diatasi oleh para pelaku perbankan.