Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lonjakan kasus Covid-19 di Tiongkok diperkirakan akan terus melonjak hingga akhir bulan ini di mana mereka akan merayakan Tahun Baru Imlek.
Jutaan orang akan melakukan perjalanan dari berbagai kota besar untuk mengunjungi keluarga mereka di pedesaan
Melihat situasi Covid-19 di Tiongkok, International Monetary Fund (IMF) menyebut kondisi ekonomi regional dan global akan terdampak selama beberapa bulan ke depan.
Baca juga: Pemerintah RI Sudah Berkordinasi Dengan Pemerintah Tiongkok Terkait Insiden di PT GNI Morowali Utara
Pada Oktober lalu, IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global pada 2023 dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen.
Hal ini juga tercermin melalui hambatan yang terus berlanjut dari perang Rusia - Ukraina, tekanan inflasi hingga suku bunga tinggi.
Survei World Economics menunjukkan kepercayaan bisnis Tiongkok turun ke level terendah sejak Januari 2013.
Survei menunjukkan aktivitas bisnis turun tajam pada bulan Desember 2022 dengan indeks manajer penjualan di sektor manufaktur dan jasa yang keduanya di bawah level 50.
Tidak hanya itu, survei secara kuat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah melambat secara dramatis, dan memungkinkan akan menuju resesi pada tahun 2023.
Baca juga: Hasil Kongres Partai Komunis Tiongkok Disebut Bakal Berdampak Positif Bagi Indonesia
Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia?
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani menuturkan dampak paling terasa yang akan muncul adalah terkait perdagangan ekspor-impor.
Menurutnya pemerintah perlu mengantisipasi dampak dari tingginya gelombang Covid-19 yang terjadi di Tiongkok.
Ketika ekonomi Tiongkok menurun, artinya permintaan komoditas ke Indonesia tentunya juga berkurang sebab Tiongkok merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia dengan kontribusi 26.5 persen dari total ekspor untuk periode Januari-November 2022.
“Tidak dapat dipungkiri, lonjakan kasus Covid-19 di Tiongkok beberapa waktu belakangan ini memperlambat proses pemulihan ekonomi secara global,” ucap Johanna dalam keterangannya, Jumat (20/1/1023).
Hal ini terjadi, lanjut dia, karena Tiongkok merupakan sumber ekspor penting bagi industri manufaktur dan juga merupakan pasar penting bagi banyak komoditas global seperti minyak sawit mentah, tembaga, kedelai, batu bara, dan bijih besi dan baja
“Menjawab kekhawatiran tersebut, negara-negara ASEAN dan juga Indonesia telah cukup menjaga kondisi makro ekonomi yang ditunjukkan dengan meningkatnya pola konsumsi dan tingkat pendapatan,” sambung Johanna.
Menurut dia, Bank Indonesia terbukti telah melakukan tugasnya untuk menjaga stabilitas struktural rupiah sehingga diharapkan dampak meledaknya Covid-19 di Tiongkok terhadap perekonomian bisa berada di level minimum.
“Meskipun begitu, pemerintah tetap harus siap siaga mengantisipasi skenario terburuk dalam rangka untuk menstabilisasi pasar dalam negeri dan memastikan ketersediaan pasokan dalam negeri,” ujar Johanna.
“Tidak hanya itu, secara jangka panjang Indonesia harus melihat hal ini sebagai peluang dengan menjangkau pasar ekspor-impor yang selama ini didominasi oleh Tiongkok untuk mengurangi ketergantungan yang berlebihan,” tutupnya.