Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) yang mereda dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah dicabut pemerintah telah disambut baik berbagai sektor penopang perekonomian, termasuk industri pariwisata.
Sektor satu ini mulai kembali menggeliat pada awal tahun ini.
CEO PT Global Tiket Network atau Tiket.com, George Hendrata mengatakan bahwa kondisi industri pariwisata Tanah Air saat ini semakin menunjukkan pemulihan signifikan setelah dihantam pandemi.
Hal tersebut turut berbanding lurus dengan perolehan bisnis di perusahaannya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penerbangan pada November 2022 telah mencapai sekitar 76 persen dari level Januari 2019.
Baca juga: Hainan-Indonesia Kerja Sama Tingkatkan Prospek Pengembangan Pariwisata
Banyaknya jumlah kamar yang dipesan (roomnights booked) untuk segmen akomodasi, capaiannya telah menyentuh sekitar 300 persen dari level Januari 2019, ini jika dilihat secara statistik.
"Travel sangat berhubungan dengan pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product). Tahun lalu (pertumbuhan ekonomi) 5,3 persen, travel biasanya 2-3 kali dan online travel biasanya lebih tinggi lagi," kata George, dalam Emiten Talks yang diadakan Stockbit Sekuritas beberapa waktu lalu.
Entitas anak dari emiten teknologi PT Global Digital Niaga Tbk (Blibli) ini pun menyatakan siap menangkap potensi bisnis dari pemulihan sektor pariwisata tahun ini yang kembali menggeliat setelah pandemi.
Penetrasi online travel di Indonesia, kata dia, baru mencapai sekitar 40 persen, angka ini lebih rendah jika dibandingkan 60 persen di China dan sekitar 80 persen di Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, masih banyak potensi yang bisa digarap sehingga penetrasi ini bisa lebih meningkat.
Baca juga: Bangkitkan Sektor Pariwisata, Travel Fair Kembali Digelar Akhir Bulan Ini di 4 Kota
Sementara itu, Co-founder & CMO Tiket.com, Gaery Undarsa menekankan bahwa kebutuhan wisata dan perjalanan merupakan kebutuhan yang tidak terpisahkan dari keseharian masyarakat, termasuk saat pandemi.
Bahkan beragam tren pun lahir akibat pandemi, satu di antaranya 'healing'.
"Di masa pandemi kita mengenal berbagai tren baru di dalam lingkup pariwisatayaitu healing, yang memang menurut data istilah ini merujuk pada konsep liburan. Ini menarik, bisa jadi travel, bisa jadi entertainment."
"Selain itu di masa pandemi juga kita sering mendengar istilah staycation yang memang merujuk pada liburan singkat di berbagai pilihan akomodasi bersama orang-orang terdekat, ditambah lagi work from Bali ataupun destinasi wisata lainnya," jelas Gaery.
Hal ini senada dengan pernyataan CEO Blibli Kusumo Martanto dalam Global Tourism Forum lalu bahwa terdapat tren 'revenge travel' setelah pandemi, yakni orang-orang yang selama pandemi tidak dapat berwisata, kini mulai berwisata saat pembatasan sosial mulai dilonggarkan.
Baca juga: Digitalisasi Jadi Kunci Percepatan Pemulihan Industri Pariwisata di Wilayah Bandung Raya
Hal itu karena mereka merindukan normalnya kehidupan sebelum pandemi.
Saat itu, Kusumo menyatakan bahwa untuk menangkap tren-tren wisata baru setelah pandemi, pihaknya ingin menawarkan solusi untuk traveller dengan ekosistem terintegrasi, yang menggabungkan e-commerce, Online Travel Agent (OTA), dan supermarket premium.
Pengamat Pariwisata sekaligus Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Azril Ashari menyatakan bahwa sebaiknya digitalisasi pariwisata memang harusnya ditranslasikan menjadi one stop shopping untuk wisatawan yang meliputi seluruh aktivitas wisata, transportasi, akomodasi, hingga konsumsi.
"Digitalisasi ini yang berkembang," kata Azril.