TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho meminta Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) agar fokus mengeksekusi hak tagih kepada para obligor dan debitor yang mengemplang uang rakyat puluhan tahun.
Langkah tegas sangat diperlukan mengingat mereka tidak punya niat sama sekali menyelesaikan kewajibannya kepada negara.
“Saya kira, bangsa ini tidak boleh tunduk pada mereka (konglomerat hitam_red) yang nyata-nyata telah membuat bangsa ini hancur. Ingat, mereka ini mengisap darah rakyat lewat uang pajak yang telah dibayarakan kepada negara. Dan tatkala mereka sudah kembali kaya raya, rakyat dilepehin,” ujar Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Baca juga: Jokowi Tegaskan Pemerintah akan Terus Kejar Obligor BLBI
Menurutnya, salah satu persoalan yang hingga kini belum tuntas yakni soal dugaan adanya hak tagih negara kepada pemilik lama BCA yakni Anthony Salim dan Keluarga sejak 1998 sampai dengan 2023.
Sebelumnya, Ketua DPD RI, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti dan tiga Wakil Ketua yakni Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan B. Najamudin sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait hasil kerja Pansus BLBI DPD RI.
“Berdasarkan Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan Audit Investigasi BPK 2000- 2004, diduga ada tidak kurang dari Rp 98 triliun rupiah dengan jaminan perorangan atau personal quarantee,” kata Hardjuno.
Hardjuno menyayangkan Satgas BLBI terus menyebut sejumlah angka hingga Rp 28 triliun atas aset sitaan sejumlah obligor.
Padahal, aset tersebut belum terjual.
Hal itu berpotensi bisa mengulangi kesalahan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dulu saat menyita aset obligor BLBI ini.
“Namun ketika dijual harganya tidak sampai 10 persen dari nilai awal atau yang dijaminkan,” tegasnya.
Kembali Hardjuno mengingatkan poin rekomendasi Keempat, Pansus BLBI DPD RI yang menyatakan bahwa hasil temuan audit BPK mengenai temuan BLBI belum ada tindak lanjut oleh pemerintah.
Padahal hasil audit BPK terkait temuan BLBI tersebut diduga adanya indikasi tindak pidana korupsi.
“Maka lebih penting Satgas fokus pada eksekusi hak tagih agar upaya yang mereka lakukan lebih efektif dan bisa memberikan hasil pengembalian kerugian negara,” sarannya.
“Dan bukan memburu aset dan mengklaim telah mengamankan senilai puluhan triliun. Klaim tersebut justru terkesan semu, karena aset yang disita langsung divaluasi, bukan berdasarkan harga jual yang bisa langsung disetorkan ke kas negara,” pungkas Hardjuno.