TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perbankan di Indonesia disebut-sebut memiliki net interest (NIM) atau margin bunga bersih yang cukup tinggi, bahkan dikenal paling tinggi di ASEAN.
Bahkan karena tingginya NIM membuat Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, margin bank di Indonesia tertinggi di dunia dan akhirat.
Hal ini juga diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan perlu adanya efisiensi di perbankan agar bunga bank bisa diturunkan dan tidak 'mencekik' nasabah kredit.
Baca juga: Usul Bunga 0 Persen untuk Usaha Mikro, Erick Thohir Janjikan Tuntas dalam Sebulan
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan, biaya operasional perbankan di Indonesia yang masih tinggi sebagai penyebabnya.
"Operational cost-nya sangat tinggi sekali. Jadi yang harus kita pahami dari bank bukan hanya NIM tinggi saja, tapi biaya operasionalnya memang tinggi," kata Mirza akhir pekan lalu.
Mirza menjelaskan secara garis besar, pembentuk NIM adalah interest income dikurangi interest expenses dibagi total aset.
"Margin bank di Indonesia tinggi, tapi biaya operasional juga tinggi," ujarnya.
Untuk biaya operasi, ada berupa biaya cabang dan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Disebutkan Mirza, biaya operasional di luar provisi memakan porsi 3 persen-5%.
Padahal, sebagai perbandingkan di Hong Kong dan Singapura, biaya operasional sekitar 1%.
Sementara terkait biaya provisi atau pencadangan memang masih tinggi karena tingkal NPL perbankan di Indonesia antara 2,5% - 3%.
Salah satu cara menekan biaya adalah dengan memanfaatkan informasi kredit dari Sistem Informasi Layanan Keuangan (SLIK) OJK atau biro kredit.
Baca juga: Percepat Pemulihan Ekonomi,Fadel Minta Turunkan Bunga Bank Jadi 1 Persen
Dengan begitu, sebelum mengucurkan kredit, bank bisa mengetahui profil risiko calon debitur.
Dari sisi bunga, OJK mendorong semakin banyak bank yang mengucurkan kredit. Kredit korporasi rendah karena banyak bank yang bermain di segmen ini, di samping risiko juga rendah.
Maka, jika segmen kredit pemilikan rumah (KPR) atau segmen kredit UMKM semakin banyak pemain, maka bunga kredit akan kompetitif dan turun.
Setelah menyoroti sisi biaya operasi yang tinggi, digitalisasi juga mendorong perbankan lebih efisien. Ini juga turut mendongkrak NIM.
Sekarang ini bank tidak lagi jor-joran bikin promo di televisi. Seperti Gebyar BCA atau acara bank lain.
Adanya digitalisasi dana di bank datang dan pergi dengan sendirinya. Sebagai contoh dulu ketika ingin transasi harus tarik ATM.
Sekarang uang hampir tidak pernah keluar dari sistem perbankan. Masyarakat tinggal memanfaatkan layanan digital.
Tugas Gubernur BI Selanjutnya
Direktur Segara Institute Piter Abdullah meminta kepada Gubernur BI nantinya yang terpilih untuk bisa menindaklanjuti komentar Presiden Jokowi terkait tingginya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) bank di Indonesia.
Seperti diketahui, tahun ini bakal ada pemilihan Gubernur BI baru.
Nama calon gubernur Bank Indonesia (BI) pilihan Presiden Joko Widodo sudah mulai menyebar. Kalau tidak ada aral melintang, nama Perry Warjiyo, Gubernur BI saat ini kembali diajukan presiden.
Namun, siapa pun nama yang akan diajukan oleh Presiden Jokowi dan nantinya terpilih sebagai Gubernur BI harus bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah (PR).
Mengutip berita Kontan.co.id, NIM di Tanah Air masih paling tinggi di kawasan ASEAN. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, NIM perbankan dalam negeri mencapai 4,71% pada Desember 2022, naik dari 4,51% pada Desember 2021.
Selain itu, PR terbesar bagi seorang Gubernur BI adalah dalam menyelesaikan dan mengatasi permasalahan di bidang moneter.
Menurutnya, PR yang selama ini belum berhasil dituntaskan adalah memastikan transmisi moneter berjalan efektif yang diindikasikan suku bunga kredit bisa turun ketika BI menghendakinya untuk turun.
Seiring dengan itu anomali sektor keuangan bisa diakhiri, serta inefisiensi di sektor keuangan juga dihilangkan.
"Sementara terkait digitalisasi sistem pembayaran menurut saya BI sudah berperan sangat baik. Bukan PR karena BI sudah melaksanakan tugasnya dengan cukup baik di sana," kata Piter kepada Kontan.co.id, Rabu (22/2).
Soal tingginya bunga bank di Indonesia ini telah sampai di telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden mengatakan NIM sebesar 4,4 persen dianggap masih terlalu tinggi, bahkan mungkin paling tinggi sedunia. (Kontan/Tribunnews.com)