Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) terkait percepatan akses penyaluran kredit ke sektor kelautan dan perikanan.
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, dirinya sudah mendapatkan dukungan Direktur Utama BRI Sunarso untuk melakukan percepatan tersebut.
"Kita sudah dapat komitmen dukungan dari dirut BRI, itu yang paling penting. Kita meyakinkan industri perbankan dari sektor kelautan perikanan ini mempunyai prospek bagus," ujarnya di Gedung KKP, Jakarta, Senin (6/3/2023).
Baca juga: Kebijakan Perikanan Harus Satu ‘Tarikan Nafas’ Hulu-hilir
Sementara di sisi teknis, Trenggono menyampaikan, Kementerian KKP akan meningkatkan produktivitas produk kelautan dan perikanan agar mudah dapat kredit perbankan.
"Kita benahi dulu tata kelola perikanan dengan baik, produksinya dengan baik, supaya masyarakat yang ada di sektor kelautan dan perikanan bisa menjalankan tata cara produksi dan sebagainya. Itu yang paling penting, supaya bankable," katanya.
Pasalnya, industri kelautan dan perikanan Indonesia memiliki potensi besar dari sisi nilai yang diperkirakan bisa mencapai Rp 500 triliun.
"Secara data besar sekali produksinya 25 juta ton, itu kalo Rp 20 ribu saja (per kg), itu Rp 500 triliun. Angka begitu besar itu kalau tidak dikelola, tidak ditata dengan baik, itu sayang," kata Trenggono.
Pada tempat sama, Direktur Utama BRI Sunarso menambahkan, sebagai bankir sudah cukup lama selama puluhan tahun, dirinya tahu apa sebenarnya permasalahan mendasar di industri berbasis produk kelautan dan perikanan ini.
"Sering kita gagal di pembiayaan, di penyaluran kredit sektor kelautan ini, kemudian orang mengatakan, oh market-nya yang susah.
Baca juga: KKP Akan Usut Tuntas Kasus Pemalsuan Dokumen Perizinan Perikanan di Pantai Utara
Padahal, sebenarnya setelah kita teliti sama sekali tidak ada masalah pemasaran di produk pangan, justru potensi market-nya sangat besar karena harus mencukupi kebutuhan protein," ujarnya.
Dengan demikian, masalahnya bukan di market serta pemasaran, melainkan di produksi yang menyangkut tiga hal, pertama adalah kuantitasnya memang harus dijamin.
"Berikutnya, quality-nya harus dipastikan bahwa memenuhi standar dan berikutnya jangan lupa masalah continuity.
Berati ada masalah integrasi antara support logistik untuk produksi, produksi, pengolahan, dan distribusi sampai di konsumsi," pungkas Sunarso.