TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek gasifikasi atau mengolah batubara kalori rendah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk menggantikan liquefied petroleum gas (LPG) terus didorong pemerintah.
Direktur Puskepi dan Pengamat Gas, Sofyano Zakaria mengatakan, proyek gasifikasi (DME) akan memberi dampak positif bagi lingkungan ketimbang penggunaan langsung batubara misalnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Disamping itu gasifikasi batubara yang akan mengolah sebanyak 6 juta ton batubara per tahun untuk diproses menjadi 1,4 juta ton DME ini, mampu membantu mengurangi impor LPG sebanyak lebih dari 1 juta ton per tahun," ungkap Sofyano dalam keteranganya, Senin (13/3/2023).
Baca juga: Aktivis Ingatkan Proyek Gasifikasi Batubara Berpotensi Rugikan Negara
Menurut Sofyano, dengan adanya proyek gasifikasi sudah tentu memberi manfaat besar bagi perekonomian karena akan mampu mengurangi impor elpiji dan tentunya ini juga akan memperbesar ketahanan energi nasional.
Meski begitu, Sofyano mengingatkan agar proyek gasifikasi jangan terlalu mengandalkan investor internasional karena produk DME belum menjadi energi alternatif dunia. Apalagi, menurut Sofyano, mengingatkan proyek DME masih sangat butuh dukungan pemerintah.
Baca juga: PGN Kebut 10 Proyek Gasifikasi Pembangkit Listrik Cluster Nusa Tenggara dan Sulawesi Tenggara
"Pemerintah perlu memberi dukungan penuh, termasuk dengan mengerahkan dukungan BUMN untuk mewujudkannya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyebukan, jika DME ini adalah barang baru di dunia penambangan. Meski begitu, Indonesia bisa jadi pionir dalam hal ini bersama dengan China.
"Dengan memulai proyek gasifikasi batubara, Indonesia bisa menjadi negara pionir bagi negara lain yang belum memulai proyek gasifikasi batubara," jelas Hendra.
Baca juga: Subholding Gas Pertamina Kebut 10 Proyek Gasifikasi Pembangkit Listrik Cluster Nusra dan Sultra
Di luar China, Indonesia bisa jadi pionir, sehingga proyek ini sangat patut didukung. Apalagi Hendra mengungkapkan harga komoditas batubara yang masih tinggi juga menjadi tantangan bagi perusahaan untuk memulai proyek gasifikasi batubara.
"Ini menjadi sulit apalagi kondisi harga komoditas batubara sedang tinggi-tingginya. Jangan dilupakan funding, pendanaan, proyek batubara termasuk gasifikasi ini semakin sulit, sehingga keekonomian jadi tantangan. Ini evaluasi bersama kita," tandasnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan untuk lebih berhati-hati dalam feasibility study proyek DME. Pasalnya, ada kekhawatiran gasifikasi batubara akan memperpanjang umur ketergantungan terhadap tambang batubara atau fosil.
"Jangan sampai ujungnya tetap penugasan ke BUMN dan membuat risiko jangka panjang APBN terhadap ketergantungan subsidi energi batubara," tegas Bhima.
artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Indonesia Bisa Jadi Pelopor di Proyek Gasifikasi Batubara