Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh tetap menolak pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja oleh DPR RI, Selasa (21/3/2023) kemarin.
Partai buruh dan organisasi serikat buruh, petani, dan kelas pekerja lainnya dalam waktu satu minggu ke depan akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), baik uji formil maupun uji materil.
Partai Buruh dan organisasi serikat buruh juga akan melakukan permohonan parlemen review. “Jadi bisa saja dilakukan revisi terhadap UU Cipta Kerja dengan cara aksi terus-menerus ke DPR RI.”
“Jadi aksinya bukan lagi ke Istana tapi ke DPR RI. Karena parlemen bisa melakukan review. Aksi akan dimulai hari Selasa depan. Setiap minggu akan dilakukan,” kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal lewat keterangannya, dikutip Rabu (22/3/2023).
Buruh juga sedang mempersiapkan mogok nasional.
“Kami akan mengajak buruh Pelabuhan, sopir-sopir, dan buruh di 100 ribu pabrik untuk terlibat pemogokan. Mempersiapkan pemogokan selama 5 hari seperti di Perancis,” ujarnya.
Aksi mogok nasional akan dilakukan antara bukan Juli-Agustus, karena menghormati bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Sambil menyiapkan mogok nasional, Partai Buruh akan memasukkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Langkah yang akan diambil adalah melakukan kampanye melawan omnibus law cipta kerja, secara nasional dan internasional. Untuk internasional, Said Iqbal mengaku sudah bertemu dengan Direktur Jenderal ILO.
Baca juga: Buruh: Pertumbuhan Ekonomi Akan Terperosok oleh Kebijakan Potong Upah 25 Persen di Permenaker
“Saya sudah bertemu dengan Direktur Jenderal ILO dan kemudian dilanjutkan dengan Direktur ILO Asia Pasifik melaporkan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja," kata Said Iqbal.
Selain ILO, Said juga mengaku telah bertemu dengan konfederasi serikat buruh sedunia (ITUC).
Ia menyebut kasus ini telah menjadi sorotan ITUC dan mereka tengah menyiapkan langkah untuk menentang regulasi itu.
"Presiden konfederasi serikat buruh sedunia atau ITUC, Akiko Gono sudah mengirim surat resmi ke Dirjen ILO untuk mengambil langkah-langkah," katanya.