Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perusahaan multinasional asal Amerika Serikat (AS) yang memproduksi peralatan rumah tangga berbahan plastik, Tupperware dikabarkan tengah menghadapi krisis finansial.
Dikutip dari CNN, kabar tersebut beredar usai saham perusahaan anjlok hampir 50 persen pada Senin (10/4/2023).
Dalam dokumen yang dikirimkan ke regulator bursa AS, Tupperware menyebutkan terdapat keraguan besar terhadap kemampuan perusahaan untuk melanjutkan bisnisnya.
Baca juga: McDonald’s akan Tutup Kantornya di AS dan Siapkan Rencana PHK
Selain itu, perusahaan juga disebut sedang berbicara dengan penasihat keuangan untuk mendapatkan pembiayaan baru agar bisnisnya tetap beroperasi.
CEO Tupperware Miguel Fernandez mengatakan pihaknya sedang menjajaki potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK dan meninjau portofolio real estatnya untuk upaya penghematan uang yang lebih potensial.
"Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami," kata Fernandez.
Bisnis berusia 77 tahun ini telah berjuang dalam beberapa tahun terakhir untuk mempertahankan relevansinya terhadap para pesaing.
Selain itu, Tupperware juga telah mencoba untuk melepaskan citranya yang tenang dan mulai menarik pelanggan yang lebih muda dengan produk yang lebih baru dan lebih trendi.
Sementara itu, analis Ritel sekaligus Direktur Pelaksana GlobalData Retail Neil Saunders mengatakan ada beberapa masalah yang membuat bisnis Tupperware merugi, yakni seperti penurunan penjualan dan desain produk yang cenderung ‘kurang kekinian’.
"Beberapa masalah merugikan Tupperware, termasuk penurunan tajam dalam jumlah penjual, penurunan konsumen pada produk rumah tangga, dan merek yang masih belum sepenuhnya terhubung dengan konsumen yang lebih muda," ungkap Saunders.
Baca juga: Perusahaan Peluncuran Satelit Virgin Orbit PHK 85 Persen Tenaga Kerja
Saunders juga menyebut saat ini perusahaan tengah berada dalam posisi genting secara finansial karena berjuang untuk meningkatkan penjualan.
Di sisi lain, aset perusahaan juga cenderung kecil, sehingga membuat perusahaan tidak memiliki banyak kapasitas untuk mengumpulkan dana.
"Perusahaan ini dulunya merupakan sarang inovasi dengan gadget dapur pemecah masalah, tetapi sekarang benar-benar kehilangan keunggulannya," pungkasnya.