Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan, terkait dasar hukum pembayaran insentif biodiesel ada dua, yakni antara pembuat kebijakan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan pelaksana pembayaran di BPDPKS.
Di Kementerian ESDM bertugas menentukan berapa volumenya untuk biodiesel, mulai dari penerapan B30, B35, hingga B40.
Kemudian, penentuan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) juga oleh Kementerian ESDM, dan BPDPKS di sisi pembayarannya.
Baca juga: Masyarakat Diajak Tak Buang Minyak Jelantah, Bisa Diolah Jadi Biodiesel
"Updatenya kami sampaikan, bahwa sampai 2023 kemarin bulan Maret, BPDPKS sudah bayar insentif biodiesel Rp 144,7 triliun. Ini akumulasi 2015 sampai Maret 2023," ujar Kepala Divisi Pengembangan Biodiesel BPDPKS Nugroho Adi Wibowo dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 13 bertajuk "Minyak Sawit: Sumber Pangan dan Bio Energi Berkelanjutan" di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Nugroho menyampaikan, pihaknya membayar insentif biodiesel cukup besar pada 2021 lalu saat harga crude palm oil (CPO) mulai naik.
"Kalau melihat di pembayaran kami sangat tinggi di 2021, di mana kami bayar Rp 51 triliun insentif biodiesel dan berangsur turun ke Rp 34,5 triliun pada 2022," katanya.
Meski dari sisi anggaran yang disalurkan terlihat besar, tapi Nugroho menilai kebijakan dan program insentif biodiesel ini manfaatnya tidak sedikit.
"Bahkan PPN biodiesel tiap tahun Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun ke kas negara. Itu bukan jumlah sedikit dan tujuan program biodiesel stabilisasi harga CPO, harga CPO beberapa tahun ke depan memang semakin baik," pungkasnya.