News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wamendag: Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Peritel Senilai Rp 344 Miliar Rampung Agustus

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga. Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak kunjung melakukan pembayaran penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak (rafaksi) kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Jumlahnya Rp344 miliar.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, utang rafaksi atau selisih harga minyak goreng ke peritel sebesar Rp 344 miliar dapat terselesaikan sebelum Agustus 2023 mendatang.

Diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak kunjung melakukan pembayaran utang rafaksi kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Menurut Jerry, titik temu dari urusan ini bisa diselesaikan sebelum Agustus 2023 mendatang, karena pihak Kemendag sudah beberapa kali menjalin komunikasi dengan Aprindo.

Baca juga: Zulkifli Hasan Tak Hadiri Pertemuan Dengan Aprindo Terkait Pembayaran Utang Rafraksi Minyak Goreng

"Kemendag siap untuk berkomunikasi dan saya yakin akan ada titik temunya sebelum Agustus. Kan ini masih ada Mei, Juni, Juli. Sebelum itu bisa lah selesai," katanya ketika ditemui di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).

"Kita sudah beberapa kali berkomunikasi dengan Aprindo dan semangatnya sama kok, mengutamakan kepentingan nasional dan tidak ada pihak yang dirugikan," sambungnya.

Baca juga: Aprindo Tagih Utang Rp344 Miliar Soal Minyak Goreng ke Kemendag, Ini Awalnya dan Kata Zulkifli Hasan

Jerry mengatakan, soal rafaksi ini juga tak hanya melibatkan Kemendag dan Aprindo, tetapi juga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Ini kan tidak hanya berkaitan dengan Aprindo atau ritel, tetapi juga BPDPKS karena nanti yang bayar kan mereka," ujarnya.

Tagih

Sebelumnya, Aprindo Kemendag segera membayar utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar.

Aprindo merasa kecewa dengan sikap pemerintah, padahal programnya menyediakan minyak murah dengan harga Rp 14.000 per liter sudah dibantu pihak swasta.

Akhirnya, pada Kamis (4/5/2023), Aprindo dipanggil Kemendag untuk diajak membicarakan perihal rafrakrasi ini.

"Kami berterimakasih karena kami sudah dipanggil. Sebelumnya kami tidak pernah dipanggil dan sudah satu tahun tiga bulan," kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey kepada wartawan di kantor Kementerian Perdagangan.

Dalam pembicaraan tersebut, Roy menyebut pihaknya membutuhkan kepastian atas pembayaran rafaksi.

Pihak Kemendag disebut memahami duduk perkaranya, yaitu mereka mengakui ada utang yang harus dibayar.

Namun, diskusi berjalan alot karena sekarang Kemendag sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung mengenai payung hukum yang menyebutkan mereka harus membayar utang atau tidak.

Sebenarnya, sebelumnya sudah ada Permendag Nomor 3 Tahun 2022, tepatnya di pasal 7, di mana pelaku usaha akan mendapat dana rafraksi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS).

Baca juga: Kemendag Belum Bayar Utang ke Aprindo Sebesar Rp344 Miliar, Mendag Zulkifli: Belum Ada Peraturannya

Akan tetapi, regulasi tersebut dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tetinggi Minyak Goreng Sawit.

"Artinya, dalam pembicaraan tadi, kita membahas ihwal Permendag 3 itu keluar, itu sudah jelas mereka mengakui bahwa itu harus dibayar karena peraturan itu yang buat mereka dan mereka tahu betul itu harus dibayar," kata Roy.

"Tapi, sekarang ada institusi lain (Kejaksaan Agung) yang menentukan apakah Kemendag akan membayar atau tidak. Nah, itu yang menjadikan diskusinya panjang," sambungnya.

Sebagai pelaku usaha, Roy mengaku percaya pada apa yang dikatakan pemerintah, tetapi ia tetap meminta kepastian pada Kemendag kapan mereka akan dibayar.

Hasil dari pembicaraan ini pun memunculkan tiga poin Aprindo kepada Kemendag.

"Pertama, kami minta kepastian. Kedua, kami enggak berharap penyelesaian melalui jalur hukum. Ketiga, Kemendag menjanjikan akan melanjutkan pembicaraan dengan mengajak dan mengundang produsen," ujar Roy.

Roy pun berharap Kemendag bisa membayarkan utang minyak goreng sebesar Rp344 miliar dalam dua hingga tiga bulan ke depan.

Ia mengatakan, pembayaran utang ini harus segera diselesaikan sebelum masuk masa kampanye pemilu 2024.

"Kami berharap dalam dua atau tiga bulan ini harus sudah selesai dibayarkan karena sebelum ramai pesta demokrasi. Sebelum masuk masa kampanye pada Agustus, kami harap masalah ini sudah selesai dalam dua sampai tiga bulan," kata Roy.

Ia khawatir jika pembayarannya lewat dari itu, fokus ke masalah ini akan terhalang oleh hiruk pikuk pemilu 2024.

"Karena adanya pesta demokrasi itu, kita semua akan berorientasi untuk mencari tahu pemimpin berkutnya atau siapapun yang akan duduk di pemerintah," ujar Roy.

Apabila dalam dua hingga tiga bulan mendatang tidak dibayarkan, ia mengatakan Aprindo akan menjalankan sejumlah opsi.

Opsi tersebut meliputi beberapa hal. Pertama, mengurangi pasokan minyak goreng di ritel.

"Opsi itu pengurangan. Bukan penghentian pembelian. Jadi, enggak serta merta menghilangkan minyak goreng di ritel. Jadi, dikurangi dulu agar bisa diperhatikan," ujar Roy.

Opsi berikutnya, Roy mengatakan akan menempuh jalur hukum. Namun, ia menegaskan, itu menjadi pilihan paling terakhir.

"Kami akan gerakkan segala opsi, termasuk opsi hukum jika tak ada pilihan. Itu paling terakhir karena kami masih berupaya untuk tidak menempuh cara-cara hukum dan lain sebagainya karena itu membebani kita," kata Roy.

"Yang tadinya kita berpikir untuk dagang, akhirnya berpikir untuk (menempuh jalur, red) hukum. Kami mengurangi itu. Jadi kita akan terus suarakan perjuangan kami ini," ujarnya melanjutkan.

Tanya Aturan

Beberapa waktu lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya belum bisa melakukan pembayaran utang kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Diketahui, Kemendag tak kunjung melakukan pembayaran penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak (rafaksi) kepada Aprindo, di mana nilainya Rp344 miliar.

Hal itu dikarenakan belum ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur terkait pembayaran utang ini.

Nantinya, pembayaran akan dilakukan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS).

"Jadi, BPDPKS itu mau bayar, tetapi Permendagnya sudah tidak ada. Maka perlu adanya payung hukum. BPDPKS mau bayar kalau ada aturannya. Kalau tidak ada aturannya, BPDPKS bisa masuk penjara," ujar Zulkifli di kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (4/5/2023).

Sebelumnya, ada Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Pada pasal 7 dalam Permendag tersebut menyatakan, pelaku usaha akan mendapat dana dari BPDPKS.

Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan di pasar.

Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan sebesar Rp14 ribu per liter.

Namun, regulasi itu kemudian dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tetinggi Minyak Goreng Sawit.

Kata Zulkifli, saat ini Kementerian Perdagangan sedang menunggu fatwa hukum dari Kejaksaan Agung terkait pembayaran rafaksi ini.

Apabila Kejaksaan Agung sudah merespons, Kemendag baru akan membuat surat untuk pembayaran utang tersebut.

"Kita perlu fatwa hukum. Itu yang diminta Sekjen ke Kejaksaan Agung. Dari Kejaksaan Agungnya juga belum ada hasilnya. Kalau sudah ada nanti kita bilang dan bikin surat untuk langsung membayar utang tersebut," ujar Zulkifli.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini