Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM BUENOS AIRES – Bank Sentral Argentina kembali memperketat kebijakan moneter dengan menaikan tingkat suku bunga acuan sebesar 97 persen, jadi yang tertinggi sejak 30 tahun terakhir tepatnya pada 1993.
Sikap agresif ini diambil tepat setelah laju inflasi di Argentina mengalami kenaikan tajam, tercatat selama sebulan terakhir inflasi Argentina telah melonjak menjadi 109 persen imbas terdampak ketidakpastian ekonomi ditengah ancaman krisis ekonomi global.
"Harga konsumen pada bulan April lalu naik 8,4 persen dibandingkan bulan Maret dan 108,8 persen secara tahunan. Inflasi naik 32 persen sejak pergantian tahun," kata Institut Statistik dan Sensus Nasional Argentina dalam laporan baru tentang Indeks Harga Konsumen (IHK).
Baca juga: Jadi Penyumbang Kenaikan Inflasi, Pemerintah Berusaha Tekan Harga Tiket Pesawat
Tekanan tersebut yang mendorong bank sentral Argentina untuk memperketat kebijakan moneter, mengikuti langkah The Fed yang sebelumnya telah menaikan suku bunga Amerika sebesar 25 bps
Dengan begitu laju inflasi Argentina dapat mundur ke level aman, mengingat Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) telah memberikan peringatan pada Argentina lantaran inflasi negeri Tango ini melesat jadi yang tertinggi ketiga di dunia, setelah Venezuela dan Zimbabwe.
Kendati pengetatan kali ini dianggap sebagai langkah efektif untuk menekan mundur inflasi Argentina dari puncaknya. Serta dapat mendorong investasi dalam mata uang peso yang telah erdepresiasi sebesar 23 persen terhadap dolar AS sejak awal 2023.
Namun Miguel Kiguel, penasihat keuangan dan mantan wakil manajer di Bank Sentral Argentina menilai apabila kebijakan ini akan semakin menekan daya konsumsi masyarakat hingga membuat pertumbuhan Argentina berjalan lambat dari kuartal sebelumnya.
"Kenaikan suku bunga merupakan salah satu senjata utama untuk memerangi inflasi. Namun kebijakan itu memerlukan waktu yang cukup lama,” ujar Kiguel.
“Kenaikan suku bunga yang diklaim dapat menghentikan inflasi, kemungkinan efeknya baru akan dirasakan dua atau tiga bulan setelahnya, dan jangka waktu itu tidak cocok dengan situasi Argentina saat ini," tambah Kiguel, seperti yang dikutip dari CNN International.