News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Industri AMDK Sarat Persaingan Tak Sehat, Pakar: Perlu Ada Model Bisnis Alternatif

Penulis: Muhammad Fitrah Habibullah
Editor: Anniza Kemala
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Galon isi ulang.

TRIBUNNEWS.COM - Bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) menjadi industri yang makin kompetitif setiap harinya. Namun, di balik hal tersebut, terdapat praktik bisnis yang tak melulu sehat. Di tengah ketidakberadaan transparansi, persaingan tidak sehat dan bahkan monopoli terjadi tanpa sepengetahuan konsumen dan para praktisi. 

Salah satu contohnya dapat dilihat dari transaksi yang tidak bisa ditarik kembali untuk satu jenis AMDK galon guna ulang. Setelah konsumen membeli AMDK tersebut untuk pertama kali, ke depannya ia tidak bisa menukar galon tersebut dengan galon merek lain. 

Akibatnya, konsumen hanya bisa menggunakan satu galon berjenama yang sama dengan transaksi antara Rp19 ribu atau Rp20 ribu setiap penukaran kembali. Sedangkan transaksi pembelian galon AMDK pertama kali yang dihargai sekitar Rp30 ribu atau Rp40 ribu tidak bisa ditarik kembali. Transaksi ini dikenal dengan praktik non-refundable.

Pembelian ini sarat akan minimnya informasi yang jelas ke konsumen. Hal ini memungkinkan terjadinya kecurangan, mengingat besarnya keuntungan yang didapat oleh produsen AMDK galon guna ulang tersebut dari puluhan juta galon yang terjual selama beberapa dekade beroperasi di Indonesia.

Pakar bisnis dan persaingan usaha dari Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio dalam diskusi terbatas dengan FMCG Insights pada Maret 2023 mengungkapkan bahwa praktik usaha ini sudah lazim ditemukan di Indonesia. 

“Praktik non-refundable (non-tukar kembali) dalam bisnis AMDK galon bekas pakai sudah begitu umum di Indonesia, sehingga konsumen sering kali tidak sadar bahwa model penjualan seperti ini masuk ke dalam kategori vendor lock-in,” ujarnya. 

Budisatrio menekankan bahwa ada dua faktor yang menjadikan praktik ini sebagai bentuk monopoli. Yang pertama, konsumen mengalami lock-in. Kedua, produsen telah mendominasi bisnis sehingga menghalangi pesaing untuk masuk ke dalam industri.

“Model penjualan ini telah menciptakan barrier to entry, yang merupakan salah satu pelanggaran terhadap Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” ujarnya.

Dengan posisi terkunci ke satu merek saja, akibatnya konsumen cenderung enggan beralih ke AMDK galon merek lain karena harus mengeluarkan biaya cukup besar (switching cost).

Model bisnis alternatif bisa jadi solusi

Melihat kondisi industri AMDK saat ini, Budisatrio mengungkapkan bahwa ada beberapa model bisnis alternatif yang telah diterapkan di luar negeri, seperti di Australia dan Amerika Serikat, yang juga bisa diterapkan oleh Indonesia.

Adapun model yang diterapkan negara-negara tersebut berupa penggunaan galon sekali pakai yang dapat dihancurkan. Sebagai alternatif, terdapat pula model tukar-kembali universal, di mana galon guna ulang dapat diisi dengan air minum dari produsen mana saja atau modifikasinya yang berupa sistem pengembalian deposit.

“Salah satu sistem tersebut bisa diterapkan di Indonesia sebagai model bisnis alternatif dari model penjualan non-refundable yang selama ini dominan terjadi,” kata Budisatrio 

Ia menggarisbawahi bahwa sistem tukar-kembali universal dapat menghalangi fenomena vendor lock-in dan persaingan industri AMDK bisa lebih sehat.  Sistem ini juga memungkinkan para konsumen untuk menukar galon dengan merek lain tanpa perlu adanya switching cost atau biaya tambahan. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini