Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, memberikan tanggapannya terkait dibukanya kebijakan ekspor pasir laut.
Menurutnya, secara ekonomi, pendapatan negara dari kegiatan ekspor pasir laut terbilang sangat kecil.
Namun, Febrio enggan memberikan detail besaran prosentasenya.
Baca juga: Kadin DKI Jakarta: Selama Ini Ada Pengusaha yang Ekspor Pasir Laut Meski Dilarang
"(Kontribusi kepada pendapatan ke negara) pasir laut sih kecil, itu lebih kepada kebijakan sektoralnya nanti," ucap Febrio di Kantor BKF Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif memastikan pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ekspor pasir laut, agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Ya diawasi nanti," kata Arifin di Istana Kepresidenan,Jakarta, Rabu, (31/5/2023).
Menurutnya, dibukanya kembali ekspor pasir laut untuk mengeruk sedimen yang menyebabkan pendangkalan laut.
Dengan dibukanya ekspor pasir laut, kata Arifin, maka akan ada nilai ekonomi dari pengerukan sedimen karena hasilnya bisa dijual ke luar negeri.
"Sekarang begini, kalau mengendap jadi apa? Sedimen aja dan membahayakan alur pelayaran. Kan dikeruk ada ongkosnya, Ada nilainya dong. Maka ada yang mau ngga? Supply demand pasti ada," katanya.
Baca juga: Menteri ESDM Jelaskan soal Ekspor Pasir Laut, yang Dibolehkan Sedimen Karena Bahayakan Pelayaran
Ia mengatakan, sejumlah negara pasti berminat terhadap pasir laut dari Indonesia.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.
Peraturan yang dikeluarkan pada 15 Mei 2023 tersebut salah satunya memperbolehkan ekspor pasir laut ke luar negeri.
Pada 2003 silam, pemerintah sempat melarang total ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Pelarangan ekspor tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan.