Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bawang putih menjadi komoditas pangan yang belakangan menyita perhatian banyak pihak karena harganya yang meroket.
Per Kamis (8/6/2023), harga bawang putih menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional sebesar Rp 39.300 per kilogram (kg).
Harga tersebut telah melonjak naik sejak pekan lalu dari Rp 39.100 menjadi Rp 39.300 per kg.
Baca juga: Ombudsman Wanti-Wanti Kemendag Transparan soal Impor Bawang Putih, Jika Abai akan Diinvestigasi
Data dari Sistem Pemantaun Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan juga mencatat adanya kenaikan harga bawang putih.
Harga bawang putih honan selama sepekan ini naik Rp 200 atau sebesar 0,53 persen, menjadi Rp 37.900 per kg.
Kenaikan ini menyita perhatian banyak pihak di dalam negeri, salah satunya Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam.
Ia pun menduga kenaikan harga ini disebabkan oleh rendahnya pasokan karena perizinan impor yang sulit, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pun perlu membentuk Tim Khusus (Timsus) pemberantasan mafia bawang putih.
Hal itu disampaikan Mufti dalam rapat kerja (raker) Komisi VI DPR dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
"Harapan kami mulai hari ini dibentuk tim khusus agar bagaimana ini bisa diatasi, begitu pak menteri," ujar Mufti dalam rapat kerja (raker) Komisi VI DPR dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Gedung DPR RI, beberapa hari lalu.
Dalam raker tersebut, Mufti menyampaikan sejumlah pertanyaan kepada Mendag Zulkifli Hasan terkait sulitnya para importir bawang putih mendapatkan izin impor.
Mufti mengaku mendapatkan informasi bahwa banyak pelaku usaha yang kesulitan mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih.
Padahal para importir sudah mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
"Banyak pelaku importir bawang putih mengeluhkan bahwa mereka (sulit) mengimpor, padahal mereka sudah punya RIPH. Ada 163 yang sudah dikeluarkan pada bulan Februari 2023 ini sampai hari ini yang dikeluarkan cuma 35," ujar Mufti dalam rapat kerja dengan Kemendag, Selasa.
Mufti merasa heran pada Kemendag yang tidak melaksanakan aturan yang termaktub dalam Permendag.
Pada aturan tersebut disebutkan bahwa izin importasi bawang putih bisa diterbitkan lima hari setelah keluarnya RIPH.
"Kami ingin tanya kenapa? Padahal, ada Permendag payung hukum yang mengatur itu bahwa mereka yang sudah dapat RIPH mereka bisa terbitkan maksimal lima hari setelah RIPH itu keluar," ucapnya.
Lebih lanjut Mufti juga mendapatkan laporan ada importir dimintai uang Rp3.000 sampai Rp 4.000 per kilogram untuk mendapatkan izin bawang putih.
Dia menduga tindakan tersebut dilakukan oleh mafia bawang putih.
"Bahkan, pak menteri kalau kita total, dalam satu tahun saja ada 500 ribu impor bawang putih berarti ada sekitar 1,5 triliun rupiah uang yang dinikmati mafia impor bawang putih," katanya.
Mufti mengaku terkejut lantaran para mafia bawang putih secara terang-terangan melakukan aksinya.
Pasalnya, dia mendapatkan informasi bahwa importir banyak menerima pesan singkat yang menawarkan jasa penerbitan izin impor bawang putih.
Namun dengan syarat, importir harus membayarkan sejumlah uang.
"Banyak SMS menawarkan ke importir bahwa ini dari KSP, dari ini itu pokoknya bayar Rp 3.000 kita akan keluarkan izin impor itu. Maka dari itu hal-hal seperti ini bisa diatasi agar tidak menciderai nama baik pak menteri," ucapnya.
Oleh sebab itu, Mufti mendorong Kemendag segera membentuk Satgas Pemberantasan Bawang Putih.
Ombudsman Wanti-wanti Kemendag Agar Transparan
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) untuk lebih transparan atas kebijakan impor bawang putih.
Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika mewanti-wanti Kemendag terkait transparansi tersebut, sebab jika abai, terbuka kemungkinan pihaknya bakal melakukan investigasi.
Ombudsman saat ini kata dia, tengah mengawasi kebijakan impor tersebut sebab, didasari pada kasus sebelumnya.
Baca juga: Penyebab Harga Bawang Putih Tembus Rp 30.000 Per Kilogram Menurut Bapanas
Kalau dilihat dari jejak digital sekitar tahun lalu, ada penahanan holtikultura oleh Kementan akibat tidak adanya RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura)," kata Yeka dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/6/2023).
Dari situ kata dia, terdapat adanya dugaan praktik impor di komoditas lain yang diduga tidak memenuhi prinsip tata kelola.
"Belajar dari situ memang ada dugaan kuat praktik impor lainnya diduga tidak memenuhi prinsip good governance, akuntable, dan transparan. Intinya tidak bisa dipertanggungjawabkan dan prosedurnya tidak jelas," ucap Yeka.
Atas hal itu, Yeka menyatakan, pihaknya menelusuri kecurigaan prosedur yang tidak baik dalam impor bawang putih ini.
Bahkan menurut Yeka, Ombudsman sudah meminta data awal ke Kemendag dan Kementan terkait data penerima impor 5 tahun terakhir dan data penerima RIPH dari Kementan.
Namun, dua Kementerian ini belum memberikan datanya ke Ombudsman, sehingga Ombudsman mengumpulkan informasi dari masyarakat untuk mempersiapkan langkah selanjutnya," ucap dia.
"Ombudsman akan melakukan investigasi terkait tata kelola dalam pelayanan dalam pemberian izin impor baik Kemendag dan Kementan," sambungnya.
Importir Endus Dugaan Jual-beli Kuota Impor
Importir bawang putih sekaligus Anggota Perkumpulan Pengusaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Jaya Sartika mensinyalir ada praktik jual-beli kuota impor bawang putih. Bahkan praktik ini sudah berlangsung lama.
Jaya mengaku sering mendapatkan tawaran dari mafia atau calo kuota untuk mempermudah mendapatkan perizinan impor.
Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Dorong Kemendag Bentuk Timsus Pemberantasan Mafia Bawang Putih
"Jadi ada orang luar yang tidak berkepentingan di proses izin impor ini ikut campur ingin mengambil keuntungan. Dia bisa mengurus izin dengan tarif sekian, itu betul memang ada," kata Jaya pada Kontan.co.id, Rabu (7/6/2023).
Jaya menyebut, banyak pihak di luar Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang kerap ikut campur dalam proses penerbitan Surat Persetujuan Impor (SIP).
"Jadi praktik ini sudah berlangsung sekian lama dan itu dilakukan bukan orang di Kementerian Perdagangan tapi orang luar yang memanfaatkan momen," jelasnya.
Jaya menyayangkan lambatnya respons Kemendag terkait hal ini.
Padahal, praktik ini tidak hanya berlangsung baru-baru ini saja.
Pihaknya juga beberapa kali telah bersurat kepada Kementerian Perdagangan untuk meminta kepastian namun belum juga mendapat respons.
"Harusnya Kemendag juga lebih transparan agar kami mendapatkan kejelasan," kata Jaya.