News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nilai Tukar Rupiah

Selasa Pagi Nilai Tukar Rupiah Terperosok, Tembus Level Rp15.000 per Dolar AS

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah ke level Rp15.051 pada Kamis pagi pukul 09.23 WIB (20/6/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah ke level Rp15.051 pada Kamis pagi pukul 09.23 WIB (20/6/2023).

Sebelumnya pada Senin (19/6/2023) sore, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp14.994.

Pelemahan rupiah diprediksi akan terus berlanjut.

Baca juga: Sikap The Fed Pertahankan Suku Bunga Tinggi Bikin Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp15.000 per Dolar AS

Tercatat sejak kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tren pelemahan.

Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra sebelumnya mengungkapkan, pelemahan nilai tukar mata uang Garuda dibayang-bayangi isu eksternal.

Salah satu yang utama adalah sentimen Bank Sentral AS atau The Fed terkait pengaturan suku bunga.

"Pelemahan rupiah ini bersamaan dengan pelemahan nilai tukar regional lainnya terhadap dollar AS dan tekanan ke indeks saham Asia dan Eropa hari ini," ucap Ariston kepada Tribunnews, (19/6/2023).

"Kelihatannya pasar mendapatkan sentimen negatif dari pekan lalu dari hawkishnya pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell saat mengumumkan kebijakan terbaru Bank Sentral AS dan perlambatan ekonomi di Eropa dan China," sambungnya.

Dengan demikian, lanjut Ariston, The Fed memberikan indikasi masih akan mempertahankan suku bunga tinggi karena inflasi AS masih belum turun juga ke level target 2 persen.

Dan kemudian memberikan proyeksi target suku bunga acuan di 5,6 persen pada tahun ini yang artinya ada potensi kenaikan suku bunga 2 kali lagi dan memberikan sinyal tidak ada pemangkasan untuk tahun ini.

"Perlambatan ekonomi Eropa dan China memberikan kekhawatiran ke pasar dimana ini akan mendorong sentimen risk averse atau penghindaran resiko ke pelaku pasar," pungkas Ariston.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini