Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta solusi ke Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) soal utang rafaksi minyak goreng yang harus dibayar pemerintah.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan, pihaknya akan menyambangi Kemenkopolhukam hari ini guna meminta solusi.
"Sore ini saya akan ke Kemenkopolhukam terkait dengan data kemarin. Mencari solusi," kata Isy ketika ditemui di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Baca juga: Soal Utang Rafaksi Rp800 Miliar, Mendag Zulkifli Hasan Tak Masalah Jika Peritel Tempuh Jalur Hukum
Data yang dia maksud adalah daftar jumlah utang yang berbeda-beda dari berbagai pihak.
Ada yang menagih Rp 800 miliar, ada juga angka dari peritel yang menyebutkan Kemendag harus membayar Rp 344 miliar.
"Terjadi perbedaan angka dari tagihan yang diklaim. Dari itu (pelaku usaha) kan sekitar Rp 800 miliar lebih. Kemudian dari hasil yang dilakukan verifikasi oleh Sucofindo itu kan sekitar Rp 400 miliar," ujar Isy.
"Sementara kalau dari Aprindo menyatakan bahwa tagihannya sekitar Rp 344 miliar. Itu masih perlu diverifikasi. Jadi kan angka-angkanya ada perbedaan. Nah, ini kan perlu kesatuan angka," lanjutnya.
Ketika ditanya apakah pertemuan tersebut akan melibatkan Menkopolhukam Mahfud MD, Isy menyebut belum akan sampai situ.
"Mungkin belum dengan Pak Mahfud, tapi dengan level di bawahnya," kata Isy.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan bahwa utang rafaksi minyak goreng baru akan dibayarkan setelah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Diketahui, Kemendag telah meminta BPKP untuk menyelaraskan jumlah utang rafaksi minyak goreng yang harus dibayar pemerintah.
Sebab, jumlah utang yang harus dibayar beragam. Ada yang sejumlah Rp 747 miliar bila merujuk hasil verifikasi PT Sucofindo.
Ada juga yang berjumlah Rp 812 miliar bila merujuk pada angka yang diajukan oleh 54 pengusaha kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Baca juga: BPDPKS Klaim Sudah Siapkan Dana Rp 7,1 Triliun Untuk Utang Rafaksi Minyak Goreng
Zulhas, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa audit tersebut guna mencari jumlah sebenarnya yang harus dibayarkan oleh pemerintah melalui BPDPKS.
"Pemerintah memang harus bayar. Lalu, berapa yang dibayar? Ada Rp 800 miliar, Rp 600 miliar, Rp 400 miliar, dan Rp 350 miliar. Maka, kita minta diaudit oleh yang akan mengaudit BPDPKS itu (BPKP). Kalau dia sudah diaudit, kan enggak mungkin ada temuan (jumlah harga berbeda) lagi," katanya di kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menambahkan, pihaknya baru-baru ini saja menyerahkan dokumen utang rafaksi minyak goreng kepada BPKP.
Maka dari itu, yang bisa dilakukan saat ini, kata Isy, adalah menunggu hasil kajian dari BPKP.
Baca juga: BPDPKS Klaim Sudah Siapkan Dana Rp 7,1 Triliun Untuk Utang Rafaksi Minyak Goreng
"Ya kita tunggu prosesnya, dong. Kan kita sudah memberikan. Baru entry meeting-nya kemarin. Dari entry meeting itu, kita sudah menyerahkan semua dokumen. Nah, hasil kajian dari BPKP nanti kita tunggu," ujar Isy.
Presiden Jokowi Tugaskan Mahfud MD Koordinir Pembayaran Utang Pemerintah Kepada Swasta
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk mengkoordinir pembayaran utang pemerintah kepada rakyat atau swasta.
Mahfud mengatakan telah menerima perintah tersebut secara resmi pada rapat intetnal tanggal 23 Mei 2023.
"Pemerintah secara sah telah mempunyai utang berdasar keputusan pengadilan yang sudah inkrah. Presiden RI telah menugaskan saya untuk mengkoordinir pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat," kata Mahfud dalam video yang ia unggah di akun Instagramnya, @mohmahfudmd, dikutip Senin (12/6/2023).
"Kemudian disusul dengan dikeluarkan keputusan Menkopolhukam Nomor 63 Tahun 2023 tanggal 30 Juni yang isinya itu untuk meneliti kembali dan menentukan pembayaran terhadap pihak-pihak yang mempunyai piutang kepada pemerintah dan pemerintah sudah diwajibkan oleh pengadilan (untuk membayarnya)," lanjutnya.
Baca juga: Soal Utang Rafaksi Migor, Mendag Zulhas: Pendapat Hukum Kejagung Tidak Jelas
Dalam mengkoordinir utang-utang pemerintah terhadap pihak swasta, Mahfud mengatakan telah membentuk sebuah tim.
Tim tersebet berisikan sejumlah instansi dan kementerian terkait.
"Kami juga sudah memutuskan harus membayar (utang kepada swasta) dan tim yang kami bentuk sudah bersama Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian, termasuk dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Itu sudah ada," kata Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu kemudian mengatakan pada 13 Januari 2023, Jokowi dalam rapat internal kabinet pernah meminta agar pemerintah membayarkan utang yang dimiliki kepada pihak swasta.
"Pada 13 Januari 2023, Presiden Jokowi memerintahkan melalui rapat internal kabinet, menyatakan supaya utang kepada swasta dan kepada rakyat yang menjadi kekuatan yang tetap, supaya dibayar," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, Jokowi menyampaikan bahwa selama ini pemerintah selalu menagih piutang yang mereka miliki ke berbagai pihak dengan disiplin.
Hal tersebut juga harus berlaku pada saat pemerintah yang memiliki utang.
"Presiden menyampaikan selama ini kalau rakyat atau swasta punya utang, kita menagih dengan disiplin. Kita juga harus konsekuen kalau kita yang punya utang, juga harus membayar. Itu perintah presiden," katanya.