News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Diminta Tinjau Lagi Kebijakan Relaksasi Ekspor Mineral, Ini Alasannya

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi daring yang diadakan oleh Aspebindo, Jumat (16/6/2023) pekan lalu.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberian relaksasi ekspor mineral logam untuk komoditas tembaga, besi, timbal, atau seng sampai dengan 31 Mei 2024 yang diberikan pemerintah masih menuai prokontra di masyarakat.

Terkini Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) yang meminta kebijakan ini agar dapat di pertimbangkan kembali.

Gagasan ini disampaikan dalam kegiatan diskusi daring yang diadakan oleh Aspebindo, Jumat (16/6/2023) pekan lalu.

Baca juga: Fasilitas PSN Smelter Nikel Ceria Group Dirusak Sekelompok Orang, Target Jokowi Terganggu

Ketua Umum Aspebindo Anggawira menyampaikan relaksasi ekspor harusnya bukan peraturan yang berdiri sendiri namun disertai pengawasan ketat lebih jauh ia mengusulkan kebijakan alternatif yang mengatur per komoditas mineral.

“Sektor mineral ini produknya berbeda dan tantangannya juga berbeda, apakah akan lebih baik jika ada aturan per komoditas supaya kita bisa memfollow up komoditas yang direlaksasi.

Selama ini relaksasi diberikan tapi tidak ada dampak nyata untuk kemajuan hilirisasi mineral yang menjadi misi pemerintah,” ujar Anggawira dalam keterangan yang diterima hari ini.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugoro mengapresiasi kebijakan hilirisasi mineral yang sudah diterapkan oleh Presiden Jokowi, untuk itu menurutnya tidak boleh ada alasan untuk menunda hilirisasi mineral yang telah didorong pemerintah.

“Kebijakan ini adalah kebijakan yang positif, karena dampaknya ini bisa sepuluh kali lipat, begitu kebijakan hilirisasi ini yaitu diantaranya pelarangan ekspor mineral dan membangun industri smelter di dalam negeri.

Untuk itu pemerintah harusnya konsisten dan memberikan sanksi yang tegas,” ujar Fathul.

Hadir dalam webinar tersebut Hasyim, Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/BKPM, yang memastikan langkah yang diambil pemerintah sudah sesuai dengan semangat hilirisasi mineral yang menjadi program presiden.

“Kita terus mendorong, pelaku usaha di industri produk ini bisa membangun industri di Indonesia.

Kita mengajak para investor dan daerah juga siap saat ini dan kita berikan dukungan kebijakan," tutur Hasyim.

Baca juga: Kemenperin: Kebutuhan Nikel untuk Baterai Kendaraan Listrik Hingga 2035 Sebanyak 59.506 Ton

Berkaca dari sudut pandangan hukum, Irine Handika, Tim Bagian Hukum Energi Pusat Studi Energi UGM memandang bahwa relaksasi ekspor mineral ini harus di-follow up.

Ia menyoroti perlu adanya bridging policy, regulasi yang mengatur khusus masing-masing kelompok mineral.

“Kami mengusulkan adanya bridging policy yaitu kebijakan di bawah UU yang mudah untuk dieksekusi yaitu melalui R-Perpres.

Baca juga: Industri Nikel Dikuasai Asing, Bahlil: Perbankan Nasional Tidak Mau Biayai Secara Masif

Diawali dengan mengidentifikasi mineral-mineral yang berperan penting dalam hilirisasi dan mengelompokkan dalam sebuah platform mineral kritis dan strategis,” ujar Irine.

Sebagai penutup, Fathul menambahkan bahwa pemerintah perlu secara cermat memperhatikan kebijakan relaksasi ekspor mineral ini agar tidak kembali terulang kebijakan relaksasi yang tidak konsisten dengan semangat hilirisasi pemerintah.

“Kami dari Aspebindo meminta pemerintah untuk meninjau dan memperhatikan kebijakan relaksasi ekspor mineral yang sudah disampaikan yaitu Permen ESDM No. 7 Th. 2023, karena perlu mempertimbangkan arah dan kebijakan yang sudah ditentukan oleh Bapak Presiden."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini