TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia, melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 41.K/MB.01/MEEM.B/2023, telah menetapkan Harga Patokan Batubara (HPB) dan Harga Batubara Acuan (HBA) berdasarkan rata-rata harga jual batubara dalam periode dua bulan.
Penetapan ini menjadi salah satu dasar dalam diskusi yang diadakan oleh Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) tentang "Urgensi Penyesuaian Royalti Batubara dalam Menghadapi Dinamika Harga Pasar".
Anggawira, Ketua Umum Aspebindo, mengatakan diskusi ini sebagai upaya konsolidasi pengusaha batubara untuk menghadapi situasi pasar saat ini.
Baca juga: Terapkan Bisnis Berkelanjutan, Volume Produksi Batubara Baramulti Lampaui Target
"Kami di Aspebindo memandang perlu adanya kekompakan dari pengusaha batubara khususnya pengusaha menengah yang saat ini sangat terdampak dengan kenaikan royalti dan biaya produksi yang terus meninggi," terang Anggawira dalam sambutannya, Senin (26/6/2023).
Menanggapi hal tersebut APBI menyebut saat ini pengusaha batubara menghadapi peningkatan biaya produksi yang alamiah akibat umur tambang yang semakin tua.
"Kenyataan bahwa harga batubara saat ini 'uncontrollable dan seasonal' dan sangat mempengaruhi biaya produksi yang secara alamiah meningkat karena umur tambang semakin tua," kata Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia.
"Kenaikan royalti juga mengakibatkan kenaikan biaya produksi tambang. Dalam 3,5 bulan terakhir, rata-rata selisih harga ICI-4 dengan HBA CIM-2 mencapai US$ 19,31 per ton. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan mengenai royalti yang bisa lebih adaptif terhadap harga pasar." pungkas Hendra
Senada dengan APBI, Puri Andamas, Wakil Sekretaris Jenderal ASPEBINDO, juga memberikan perspektif yang mendalam.
Dia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengeluarkan Kepmen ESDM 41 tahun 2023, dan berharap HBA dapat lebih dinamis seperti ICI.
"HBA seharusnya bisa dikeluarkan setiap minggu sehingga patokan HPB-nya tidak berdasarkan harga bulan lalu apalagi di tengah trend harga yang terus menurut," saran Puri.
Puri juga berharap HBA bisa lebih empiris dan sensitif terhadap market dan biaya logistik.
"Harus ada sensitivitas dalam penetapan royalti yang sesuai harga pasar, kami di sumatera ongkos produksinya 50-60 persen untuk biaya angkut logistik kalau royaltinya semakin tinggi tentu akan menyulitkan kami di bawah, apalagi seperti yang disampaikan pak hendra kalau biaya produksi saat ini semakin mahal," kata Puri.
Dia mengungkapkan kekhawatiran bahwa kenaikan royalti dapat menambah beban produksi bagi pengusaha dan berpotensi membuat banyak pengusaha batubara skala menengah menahan penjualan batubara mereka.
"Saya yakin kalau pemerintah terlambat merespon masalah Ini bisa berdampak pada penurunan penerimaan royalti dan PPh ekspor untuk pemerintah," ungkap Puri.
Menanggapi situasi saat ini, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara dalam forum ini menyampaikan upaya pemerintah yang dilakukan untuk membantu pengusaha dalam menghadapi masalah fluktuasi harga.
"Pemerintah menyadari situasi saat ini dan kita telah menetapkan Kepmen ESDM No 41 Tahun 2023, kami terus memantau situasi yang terjadi di lapangan," kata Toni.