Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan nikel milik Grup Harita, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) menanggapi pernyataan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) meminta Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Direktur Utama Trimegah Roy A Arfandy, mengatakan industri nikel di Indonesia tak akan begitu terpengaruh apabila pemerintah menuruti permintaan IMF. Pasalnya, sudah banyak investor yang masuk dan membangun smelter di Indonesia dan melakukan hilirisasi.
Baca juga: NCKL Jajaki Pasar Ekspor Nikel Sulfat ke Jepang dan Korea
"Saya rasa itu tidak ada pengaruhnya di Industri Indonesia secara nasional, karena sudah sangat banyak investor yang masuk membangun smelter dan hilirisasi di Indonesia," kata Roy di Jakarta, dikutip Kamis (29/6/2023).
"Jadi, tidak banyak lagi yang akan bisa diekspor ore-nya kan. Walupun dibuka larangan ekspornya," lanjutnya.
Lebih lanjut, Roy mengatakan, tak akan ada dampak besar jika seandainya larangan ekspor tersebut tak diberlakukan lagi.
"Walupun dibuka larangan ekspornya, saya rasa dampaknya tidak akan besar terhadap, misalnya, harus dicabut larangan ekspor tersbeut. Karena sudah banyak dibangun (smelter) dan akan dipakai (nikelnya) di dalam negeri," kata Roy.
DPR: Pemerintah Jangan Mau Diintervensi
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah patuh pada konstitusi menyusul permintaan International Monetary Fund (IMF) kepada Indonesia agar melonggarkan kebijakan ekspor nikel.
Ia mengatakan, pemerintah jangan sampai diintervensi oleh IMF. Sebab, Indonesia sebagai negara berdaulat berhak menentukan aturannya sendiri.
"Pemerintah jangan mau diintervensi IMF karena Indonesia sebagai negara berdaulat berhak menentukan aturan terkait pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki," kata Mulyanto.
Anggota DPR dari fraksi PKS itu minta Pemerintah merespon permintaan itu dengan tegas untuk menunjukkan wibawa di hadapan lembaga-lembaga Internasional.
Baca juga: KPK Endus Penyelundupan Biji Nikel Ugal-ugalan ke China 5,3 Juta Ton, Apa Tanggapan Luhut?
"Bila tidak, maka Indonesia akan dianggap lemah dan mudah dipermainkan bangsa lain," ujarnya.
Ia kemudian mengatakan, sebaiknya IMF tidak mendikte Indonesia soal kebijakan domestik terkait hilirisasi mineral, termasuk kebijakan mana yang baik dan bermanfaat bagi Indonesia.
"Ini kan soal national interest kita dan pilihan-pilihan kebijakan dari negara yang berdaulat," kata Mulyanto.
Terkait kebijakan hilirisasi mineral, kata dia, PKS sejatinya memang tidak setuju karena dinilai terlalu memanjakan investor.
"Apalagi hilirisasi nikel setengah hati, yang mengekspor produk nikel setengah jadi berupa nickel pig iron (NPI) dan Feronikel dengan kandungan nikel yang rendah," ujar Mulyanto.
Mulyanto menyebut model hilirisasi yang berlaku di Indonesia saat ini tidak menghasilkan penerimaan negara yang memadai.
"Akibat terlalu sarat insentif yang diberikan baik berupa bebas pajak pertambahan nilai, pph badan maupun bea ekspor," kata dia.
"Termasuk penetapan harga bijih nikel domestik yang hampir setengah dari harga internasionalnya serta pelarangan ekspor bijih nikel," lanjutnya.
Namun, kalau sudah menyangkut masalah kedaulatan negara, Mulyanto dan partainya meminta pihak asing jangan mengintervensi.
"Itu tidak perlu didikte oleh negara lain termasuk IMF. Ini kan mekanisme internal Indonesia dalam menjalankan roda pembangunannya," ujar Mulyanto.
Luhut Bakal Temui IMF
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi mengatakan, pihaknya menghargai perspektif IMF terkait kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan mentang tambang.
Ia mengungkapkan, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun akan menyambangi Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgieva untuk menjelaskan tujuan Indonesia tak lagi ekspor bijih nikel.
Menurut dia, hal ini menjadi kesempatan bagi RI untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera.
"Menko Luhut nantinya akan ke Amerika dan berencana bertemu dengan Managing Director IMF untuk menjelaskan visi kami ini dengan lebih detail," ujarnya dilansir dari Kompas.com.
Jodi menuturkan, Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan sedang berkembang, pada dasarnya ingin memperkuat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk sumber daya dalam. Dengan demikian, RI tak ingin hanya menjadi negara pengekspor bahan mentah.
Ia menegaskan, konsep hilirisasi tidak hanya mencakup proses peningkatan nilai tambah, tetapi juga tahapan hingga daur ulang, yang merupakan bagian integral dari upaya RI untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menekankan pentingnya keberlanjutan.
"Kami tidak memiliki niat untuk mendominasi semua proses hilirisasi secara sepihak," kata dia.
"Tahapan awal akan kami lakukan di Indonesia, namun tahapan selanjutnya masih dapat dilakukan di negara lain, saling mendukung industri mereka, dalam semangat kerja sama global yang saling menguntungkan," lanjut Jodi.
Langkah hilirisasi ini selaras dengan amanat Konstitusi Indonesia yakni pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk keberlanjutan dan kemakmuran rakyat.
Baca juga: Ini Sikap Kementerian ESDM Soal Permintaan IMF Agar Indonesia Cabut Larangan Ekspor Nikel
Sebelumnya, melalui dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, lembaga itu meminta pemerintah RI untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Dalam dokumen itu disebutkan, Direktur Eksekutif IMF menyadari, Indonesia tengah fokus melakukan hilirisasi pada berbagai komoditas mentah seperti nikel. Langkah ini dinilai selaras dengan ambisi Tanah Air untuk menciptakan nilai tambah pada komoditas ekspor.
"Menarik investasi asing langsung dan memfasilitasi transfer keahlian dan teknologi," tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (27/6/2023).
Akan tetapi, Direktur Eksekutif IMF memberikan catatan, kebijakan itu harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
Kemudian, kebijakan tersebut juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisir dampak efek rembetan ke wilayah lain.
"Terkait dengan hal tersebut, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain," tulis dokumen IMF.
Sebagai informasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat penolakan dari Uni Eropa, dan Indonesia digugat ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Pada Oktober 2022 lalu, Uni Eropa berhasil memenangkan gugatan terhadap Indonesia. Namun pada akhir tahun 2022 lalu, pemerintah pun memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.