News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ombudsman RI: Ketahanan Energi Hal Utama dalam Gerakkan Pelayanan Publik dan Pertumbuhan Ekonomi

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi publik “Perspektif Pelayanan Publik dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Migas yang Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Kesejahteraan Rakyat” secara hybrid yang digagas oleh Masyarakat Petani Organik Indonesia (Maporina) Propinsi Kalimantan Timur pada Kamis (06/07/2023) di Hotel Grand Sawit Kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur.

TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Energi merupakan komoditas strategis dan menjadi kepentingan semua negara di dunia.

Peranan energi sangat penting bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan penyelenggara usaha harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, optimal, dan terpadu.

Sehingga Ketersediaan energi yang mencukupi menjadi hal utama dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi sehingga kepastian jaminan pasokan energi menjadi fokus dalam kebijakan energi suatu negara.

Baca juga: Percepatan Ekosistem EV dan Program Biofuel Jaga Ketahanan Energi, Ini Penjelasan Erick Thohir

“Oleh karena itu, cadangan sumber daya energi fosil terbatas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin. Selaras dengan komitmen Paris Agreement dimana 2030 ditargetkan terjadi penurunan CO2 sebesar 29 persen, maka Indonesia harus segera melakukan transisi energi ke energi baru terbarukan. Dengan dukungan tren global, diharapkan pengembangan energi baru terbarukan akan semakin murah dari sisi teknologi dan keekonomian dan tentunya juga mendukung pelayanan publik,” terang Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto.

Hal itu disampaikan Hery saat menjadi Keynote Speaker dalam kegiatan diskusi publik “Perspektif Pelayanan Publik dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Migas yang Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Kesejahteraan Rakyat” secara hybrid yang digagas oleh Masyarakat Petani Organik Indonesia (Maporina) Propinsi Kalimantan Timur pada Kamis (06/07/2023) di Hotel Grand Sawit Kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur.

Hery menambahkan bahwa pada konsep kepemilikikan sumber daya alam energi baru terbarukan yang dituangkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu kedaulatan, kemandirian, ketahanan energi nasional yang dikuasai oleh negara dan berhubungan dengan hajat orang banyak sehingga dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Tafsir kalimat dikuasai negara menurut pendapat Mahkamah Konstitusi dalam pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi haruslah diartikan mencangkup makna penguasaan oleh negara dalam pengertian luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud,” jelas Hery.

Dari penjelasan tersbut Hery menjelaskan bahwa terdapat empat fungsi dari tafsir dikuasai negara yaitu pertama Fungsi Pengaturan oleh negara (regelensdaad) yang dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR RI bersama pemerintah dan regulasi oleh pemerintah.

Kedua, Fungsi Pengelolaan oleh negara (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan pemerintah yang mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ketiga, Fungsi Pengawasan (toezichthoudens-daad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Keempat, Fungsi Pengurusan oleh negara (bestuursdaad) dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie) dan konsesi (consesie).

Hery juga menambahkan urgensi dari revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu pada dasarnya persoalan perlu atau tidaknya perubahan drastis atas peraturan dan kelembagaan minyak dan gas.

Faktor cadangan minyak dan gas yang menipis dan produksi yang menurun membuat upaya untuk menyelesaikan polemik ini terasa semakin penting dan mendesak. Pertanyaan pokok yang kemudian muncul adalah bagaimana negara harus memaknai dan menjalankan peranannya dalam tata kelola industri minyak dan gas.

“Berangkat dari azas kemanfaatan dan kemakmuran bersama rakyat Indonesia, apakah memang diperlukan perangkat regulasi guna meletakkan dasar-dasar baru pengelolaan minyak dan gas? Ini termasuk ketentuan kerja sama dan eksplorasi bagi pemodal asing serta penguatan peran BUMN dalam pengelolaan industri padat modal dan teknologi ini,” tambah Hery.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini