Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Singapura nyaris jatuh ke jurang resesi pada kuartal II (April-Juni) 2023 di tengah lemahnya permintaan global dan perlambatan ekonomi China yang menyeret arus perdagangan.
Menurut data awal yang dirilis Pemerintah Singapura pada Jumat (14/7/2023), ekonomi negara itu tumbuh 0,3 persen pada kuartal II, menyusul kontraksi 0,4 persen di kuartal I (Januari-Maret) tahun ini.
"Saya tidak berpikir kita keluar dari hutan sepenuhnya. Situasi ini masih setengah penuh setengah kosong," kata Selena Ling, ekonom OCBC.
Baca juga: Hindari Resesi, Anggota DPR Dukung Perundingan Rusia-Ukraina
“Saya berharap bank sentral Singapura tidak membuat perubahan pada kebijakan moneter dalam tinjauan terjadwal pada Oktober,” sambungnya.
Meski Singapura berhasil terhindar dari jurang resesi teknis, tetapi ada kemungkinan angka Produk Domestik Bruto atau PDB akhir untuk kuartal II dapat direvisi lebih rendah karena adanya pertumbuhan yang melemah di China.
Sementara itu, Otoritas Moneter Singapura (MAS) telah memproyeksikan pertumbuhan PDB sebesar 0,5 persen hingga 2,5 persen untuk tahun ini, turun dari 3,6 persen pada 2022.
"Prospek jangka pendek tetap tidak pasti dengan risiko penurunan," kata MAS dalam tinjauan tahunannya.
"Jika kerentanan laten dalam sistem keuangan global muncul dalam beberapa bulan mendatang, kepercayaan konsumen dan investor dapat terpukul lebih lanjut, dengan implikasi buruk bagi ekonomi yang lebih luas," imbuhnya.
Inflasi Singapura tetap tinggi pada paruh pertama tahun ini, tetapi pihak berwenang mengatakan harga inti akan lebih moderat pada paruh kedua.