News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Menguat di Level Rp14.932 per Dolar AS di Akhir Pekan, Analis Ungkap Penyebabnya

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di level Rp14.932 pada Jumat (14/7/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di level Rp14.932 pada Jumat (14/7/2023).

Jika dicermati lebih detail, nilai tukar mata uang Garuda menguat 34 poin.

Di mana sebelumnya pada kemarin (13/7/2023), nilai tukar rupiah di level Rp14.966.

Baca juga: Jumat Pagi, Rupiah Menguat Tipis hingga Rp 14.951 Per Dolar AS

Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra mengungkapkan, penguatan nilai tukar mata uang Garuda terdampak rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melandai.

Dengan demikian, ada kecenderungan Bank Sentral AS alias The Fed, akan menahan ekspektasi suku bunganya.

"Ini karena data inflasi AS yang dirilis dua hari terakhir ini yang menunjukkan penurunan melebihi ekspektasi sehingga ini memperbesar ekspektasi di pasar bahwa Bank Sentral AS akan segera menghentikan kebijakan suku bunga tingginya," ucap Ariston kepada Tribunnews, Jumat (14/7/2023).

"Indeks dollar AS pun melemah terhadap nilai tukar lainnya termasuk rupiah," sambungnya.

Dengan demikian, tren positif diprediksi akan terus berlanjut hingga pekan depan.

Bahkan mata uang Garuda berpotensi mampu perkasa ke arah level Rp14.800 per dolar AS.

"Tren pelemahan dollar AS kelihatannya bisa berlanjut di awal pekan. Rupiah bisa menguat lagi terhadap dollar AS, masuk ke area Rp14.800 mungkin bisa terjadi," pungkasnya.

Baca juga: Rupiah Kamis Ini Ditutup Menguat 109 Poin ke Rp 14.965 Per Dolar AS

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mewanti-wanti nilai tukar rupiah yang beberapa waktu lalu mengalami tren pelemahan.

Hal ini disebabkan sentimen kenaikan suku bunga the Fed yang diprediksi akan terjadi sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini. Yakni bakal terjadi pada Juli atau Agustus.

Menurut Destry, AS dan Eropa masih diimbangi dengan tekanan inflasi yang masih tinggi, serta juga adanya pengetatan pasar tenaga kerja.

"Ini mendorong kemungkinan terjadinya situasi higher for longer, bahkan di AS masih akan ada kenaikan Fed Fund Rate 1 atau 2 kali di Juli dan Agustus," ungkap Destry di Gedung DPR-RI, Senin (10/7/2023).

"Ini akan memberikan dampak terhadap sistem keuangan khususnya terkait nilai tukar. Karena kondisi keuangan di atas dapat menyebabkan tren DXY (indeks dolar AS) yang akan meningkat dan akan beri tekanan ke mata uang lainnya khususnya emerging market, sehingga diperlukan penguatan respon kebijakan untuk memitigasi," sambungnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini