Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membantah kabarperusahaan-perusahaan China mendominasi investasi asing langsung di Indonesia.
Ia mengklaim, selain China, investasi asing di Indonesia juga berasal dari Jepang, Korea, Amerika Serikat, hingga Eropa.
"Jadi (negara yang investasi di Indonesia) rata di kita. Ada Amerika, Eropa, Korea, China. Jadi nggak benar kalau kita hanya dengan China," ungkap Bahlil dalam siaran YouTube CNBC dikutip, Senin (17/7/2023).
"Tapi kenapa mereka (China) lebih banyak investasinya? Ya siapa suruh mereka yang mau, kan ini investasi," sambungnya.
Bahlil menganalogikan Indonesia seperti perempuan cantik yang mampu memikat pria dari banyak negara. Namun, menurutnya pria yang dari China-lah yang benar-benar serius untuk meminangnya.
"Kalau dianalogikan Indonesia seperti wanita cantik dari timur hitam manis, mereka juga mau berpacaran dengan orang Amerika, dengan Eropa," kata dia.
"Tapi yang lebih suka dengan mereka ya orang Jepang, Korea, China. Masa kita harus jual diri ke Amerika sama Eropa," lanjutnya.
Bahlil juga mengatakan, saat ini Pemerintah sedang membuka seluas-luasnya pintu investasi di Tanah Air, terutama, proyek-proyek yang berkaitan dengan hilirisasi sumber daya mineral, seperti nikel.
Baca juga: Bertemu Sekretaris Partai Komunis Fujian, Wapres Minta Investasi China Libatkan Tenaga Lokal
Pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin berambisi mewujudkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Industri-industri yang berkaitan dengan sektor tersebut diharapkan mampu menyerap banyak nilai investasi.
Beberapa negara yang menyatakan komitmen berinvestasi di Indonesia diantaranya seperti China, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Eropa.
Baca juga: Investasi China di Indonesia Terus Didorong, Mulai dari Hilirisasi Nikel hingga Bandara
"Saat ini Pemerintah lagi fokus betul investasi di sektor hilirisasi. Hilirisasi ini tidak hanya nikel. Nikel kemarin sudah ditandatangani lagi antara perusahaan dari Perancis, Kala Group dari Sulawesi, kemudian perusahaan Jerman. Ini untuk membangun ekosistem baterai mobil yang berbasis green energy," pungkasnya.