Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menilai bahwa UU Anti Deforestasi (EUDR) yang diberlakukan Uni Eropa tak akan memberatkan petani kelapa sawit.
Menurut Darto, EUDR tak akan menyulitkan petani karena sejatinya para petani kelapa sawit sudah mampu memenuhi persyaratan dalam EUDR tersebut.
"Kalau buat SPKS secara khusus nggak berat. Dia (EUDR) minta standar poligon, standar titik koordinat, kami sudah ada. Kami sudah siapkan," katanya di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023).
Baca juga: Verifikasi Data KLHK dan Lembaga Global Soal Deforestasi, Kapan Hasilnya Terbit?
Di sisi lain, Darto mengatakan bahwa EUDR akan memberatkan korporasi. Pertama, perusahaan dituntut untuk bisa membangun kebun plasma untuk masyarakat sekitar.
"Dari 2.450 perusahaan sawit, hampir 2.000 perusahaan tidak membangun kebun plasma untuk masyarakat sekitar," ujar Darto.
"Kebijakan EUDR menghendaki perusahaan sawit itu harus patuh terhadap regulasi. Dari situ, perusahaan tidak patuh dan tidak membantu masyarakat di sekitar," sambungnya.
Kedua, EUDR menuntut harga yang adil. Ia mengatakan, selama ini perusahaan sawit tidak menerapkan praktik adil dalam memberi harga.
"Harga suka-suka. Tidak ada harga acuan yang dijadikan rujukan untuk petani sawit swadaya yang memang selama ini ditentukan oleh tengkulak. Tengkulak yang menentukan harga buat mereka," kata Darto.
"Kebijakan EUDR memberikan mandat agar perusahaan sawit, pelaku eksportir, harus bisa memberikan atau layanan harga yang adil buat petani sawit," lanjutnya.
Ketiga adalah soal layanan investasi. Perusahaan sawit harus memberikan pelatihan dan penguatan kapasitas petani di sekitar konsesi.
Baca juga: Indonesia Turunkan Angka Deforestasi di 2022, KLHK Ungkap Penyebabnya
Menurut Darto, selama ini perusahaan sawit tak melakukan hal tersebut. "Selama ini mereka hanya menunggu saja. Buah masuk, buah masuk, buah masuk. Tidak ada pemberdayaan yang dilakukan oleh perusahaan," tuturnya.
Berikutnya soal traceability (ketertelusuran). Darto mengatakan, ini harus dilakukan oleh perusahaan sawit.
Dia bilang, para perusahaan selama ini tidak mampu melakukan pemetaan terhadap petani sawit yang ada, yang mensuplai buahnya.
"Kan asal dari lahan itu tidak jelas. Dari mana hasil buah yang mereka produksi itu? Dari kebun deforestasi kah? Atau dari kebun yang legal?" kata Darto.