Inflasi tinggi menyeret Jerman ke dalam resesi pada kuartal I 2023, begitu pula Singapura yang terancam masuk ke jurang resesi, sehingga hal ini menunjukan bahwa resesi global masih akan berlangsung.
Namun, resesi ini tidak akan merembet ke Indonesia, meski memiliki hubungan perdagangan dengan kedua negara tersebut.
Karena Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih bergantung kepada permintaan domestik bukan ke ekspor atau perdagangan luar negeri.
Walaupun permintaan terhadap produk-produk Indonesia di Jerman dan Singapura berpotensi menurun, tapi kontribusi ekspor terhadap ekonomi indonesia tidak besar hanya di kisaran 10 persen hingga 15 persen.
Hal tersebut bisa terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan berjalan normal di kisaran 5 persen dibanding periode tahun sebelumnya sebesar 5,3 persen.
Selain itu, memperhitungkan tren pra-pemilu yang akan terlihat di paruh kedua lebih lambat dari tahun 2023, serta dampak resesi global hanya akan memberikan pengaruh minor kepada ekonomi di tanah air.
Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh aktivitas domestik yang menguat selepas pencabutan pembatasan mobilitas (PPKM) oleh pemerintah sejak akhir tahun 2022.
"Apalagi periode 2023, ekonomi Indonesia akan tetap menggeliat terlihat dari konsumsi masyarakat yang terus meningkat apalagi kegiatan kampanye pemilu 2024 akan segera berlangsung," pungkas Ibrahim.