Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia merespons perihal perusahaan smelter di RI diisukan mengimpor bijih nikel. Perusahaan tersebut mengimpor bijih nikel karena kekurangan pasokan bahan baku.
Bahlil mengaku tak yakin saat ini terjadi kekurangan pasokan bijih nikel lantaran perusahaan yang membangun smelter di Indonesia memiliki tambang nikel di beberapa negara.
"Saya enggak yakin kalau terjadi kekurangan pasokan. Orang kan bangun smelter di Indonesia, punya tambang nikel di beberapa negara," kata Bahlil ketika ditemui di Raffles Hotel Jakarta, Selasa (29/8/2023).
"Sulawesi Utara sama Manado itu kan sama Filipina itu kan lebih dekat. Mungkin saja, apa yang dia bangun smelter itu dekat juga, ada juga tambangnya di Filipina, mungkin saja," lanjutnya.
Kemudian, soal cadangan nikel, ia mengatakan Indonesia memiliki jumlah yang cukup karena mayoritas cadangan dunia ada di Tanah Air.
"Itu cuma persoalan praktik bisnis biasa itu (perusahaan smelter di RI mengimpor bijih nikel)," kata Bahlil.
Diberitakan sebelumya, mengutip Kontan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengemukakan perusahaan smelter yang berbasis di Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan aktivitas importasi bijih nikel (ore nickel) dari Filipina lantaran kekurangan pasokan bahan baku.
Baca juga: China Kuasai Bisnis Smelter Pengolah Bijih Nikel di Indonesia, Pemerintah Diminta Koreksi Diri
“Ada isu nikel yang diimpor dari Filipina karena smelter kekurangan bahan (baku),” ujar Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (minerba) Kementerian ESDM, Muhammad Wafid ketika ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Perkara Larangan Ekspor Bijih Nikel Indonesia Kalah, Ini Langkah yang Akan Ditempuh
Namun, setelah Kementerian ESDM mengecek input nikel yang dibutuhkan pada seluruh Rencana Keuangan dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sudah ada dan disetujui, hasilnya menunjukkan pasokan bijih nikel masih mencukupi untuk smelter dalam negeri.
"Jadi sebenarnya tidak ada kekurangan di Sultra, jadi terpaksa harus impor mungkin karena (masalah) hal lain ya,” tandasnya.