Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan tak masalah jika Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) ingin menggugat peraturan yang mengatur minimal nilai impor barang di e-commerce sebesar 100 dolar AS atau Rp1,5 juta.
Diketahui, peraturan tersebut merupakan bagian dari revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Baca juga: Curhat Pelaku Usaha Lokal Digempur Produk Impor Murah dari China di E-Commerce: Kami Sulit Bersaing
Adapun Permendag 50/2020 kini masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
"[Kalau Aple mau gugat] ya enggak apa-apa. Silakan aja," kata Zulhas, sapaan akrabnya, kepada wartawan di Jakarta, dikutip pada Kamis (31/8/2023).
Ia kemudian kembali menegaskan bahwa peraturan ini membatasi minimal nilai untuk barang dari luar negeri masuk ke Indonesia.
"Jadi kalau impor itu harus satu pesanan itu nilainya kira-kira harus Rp1,5 juta. Misalnya dia pesan abcdefgh, nilainya satu kwitansi Rp1,5 juta," ujar Zulhas.
"Enggak bisa pesanannya itu hanya Rp5.000 atau 50 sen atau 1 dolar," Lanjutnya.
Sebagai informasi, dikutip dari Kontan, Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) tidak setuju akan rencana pemerintah untuk mengatur impor langsung atau cross border produk dengan harga kurang dari US$ 100 atau sekitar Rp 1,5 juta di e-commerce.
Ketua APLE Sonny Harsono mengatakan bahwa pihaknya pun siap menggugat rencana kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika nantinya diberlakukan.
Dia khawatir, pembatasan impor langsung produk di e-commerce bakal membuat usaha sektor logistik terpuruk. Selain itu, mereka juga memandang bahwa rencana beleid itu justru akan melemahkan UMKM, alih-alih meningkatkan ekspor UMKM.
Baca juga: E-commerce Wajib Cantumkan Negara Asal Barang, Label Halal dan Keterangan Berbahasa Indonesia
"Alih-alih melindungi UMKM, kebijakan larangan impor di bawah US$100 justru akan memberikan multipler effect," jelas Sonny dalam siaran pers, Minggu (27/8).
Pasalnya, aksi restriksi terhadap impor barang langsung di e-commerce juga berisiko membuat negara lain melakukan tindakan yang sama terhadap produk UMKM asal Indonesia masuk ke negara mereka.
Sonny pun mendorong pemerintah agar membuat kebijakan yang tepat ihwal memberantas praktik jual rugi atau predatory pricing.
Menurut dia, pemberantasan impor ilegal lebih tepat untuk mencegah predatory pricing dari pada membatasi impor langsung di e-commerce.
"Pengawasan barang impor di platform harus diperketat," tegas Sonny