TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membahas kemitraan transformasi digital dan transisi energi, Presiden Joko Widodo memimpin Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-24 ASEAN-Republik Korea (RoK).
Dalam KTT dihadiri oleh Pemimpin negara-negara ASEAN (kecuali Myanmar) dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga turut mendampingi Presiden Jokowi.
“Kemitraan ASEAN-Korea adalah partnership of the future dengan pilar utama kemitraan melalui transisi energi dan transformasi digital. Ketergantungan ASEAN terhadap sumber energi fosil harus dikurangi, transisi energi kawasan perlu dipercepat. Hal ini dapat dicapai melalui pemanfaatan digitalisasi ekonomi dan transfer teknologi,” terang Presiden Jokowi dalam KTT yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (6/9).
Baca juga: Airlangga Ingin ASEAN Jadi Tujuan Utama Investasi Terpercaya dalam Pertumbuhan Global
Dari sisi perekonomian, dalam lima tahun terakhir tercatat total nilai perdagangan ASEAN dan Korea Selatan mengalami peningkatan, dari USD162,55 miliar di 2018 menjadi USD223,96 miliar di 2022. Berkenaan dengan itu, beberapa Pemimpin Negara ASEAN menyampaikan dukungan untuk dilakukan studi bersama tentang review implementasi ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA). Hasil studi bersama ini dapat menjadi referensi untuk memulai upgrading perjanjian dalam waktu dekat.
Di samping itu, beberapa fokus area kerja sama komprehensif yang didorong yakni di antaranya upaya digitalisasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), fasilitasi perdagangan dan investasi, hingga pengembangan infrastruktur dalam transformasi hijau.
Presiden Jokowi menjelaskan bahwa hubungan kemitraan ASEAN dan Republik Korea sebagai kemitraan masa depan memiliki transisi energi dan transformasi digital sebagai pilar utama.
Baca juga: Penguatan Ekonomi Nasional, Pemerintah Tandatangani Nota Kesepahaman Local Currency Transaction
ASEAN, ungkap Presiden Jokowi, harus mengurangi 78 persen sumber energi fosil. Di saat yang sama, ASEAN bepotensi besar dalam ekonomi digital di mana dalam satu dekade ke depan, ekonomi digital di ASEAN diperkirakan akan USD1 triliun untuk PDB kawasan.
“Namun, transisi energi dan transformasi digital butuh investasi dan transfer teknologi yang tidak sedikit, sehingga dibutuhkan kolaborasi dan kemitraan untuk mewujudkannya,” ucap Presiden Jokowi.
Di sisi lain, Presiden Yoon mengumumkan komitmennya untuk meningkatkan dukungan ke kawasan melalui platform ASEAN, Mekong River, dan Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippine East Asia Growth Area (BIMP-EAGA). Disampaikan pula komitmen dukungan sebesar USD30 juta dalam lima tahun ke depan untuk mendukung transformasi digital kawasan ASEAN.
Inisiatif lain yang juga disampaikan oleh Presiden Yoon adalah Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI) sebagai strategi Indo-Pasifik kedua pihak untuk mempromosikan sentralitas ASEAN guna menjaga stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi menuturkan, “Saya mengapresiasi dukungan (Republik Korea) terhadap ASEAN-Indo-Pacific Forum. Ini adalah wujud nyata kerja sama inklusif untuk menjaga stabilitas dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik.”
Baca juga: ASEAN Sepakati Hasil Konkret dan Peluncuran Digital Economy Framework Agreement Jelang KTT ke-43
Presiden menilai bahwa kemitraan masa depan antara ASEAN dan Republik Korea hanya bisa dicapai jika stabilitas kawasan dapat dijaga serta sikap saling percaya dan keinginan bekerja sama ditingkatkan.
“Kemitraan masa depan hanya akan bisa dicapai jika stabilitas kawasan dijaga, jika tensi dan rivalitas diturunkan, jika strategic trust dipertebal, dan jika habit of cooperation ditingkatkan. Ini merupakan tanggung jawab kita semua yang berada di kawasan Indo-Pasifik,” tandas Presiden Jokowi. (yvs/sp/dep7/rep).