Delapan partisipan dari Indonesia mengikuti pameran teknologi pengujian material testing tahunan, TestXpo, di Ulm, Jerman, 21-24 Oktober 2024.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - International Energy Agency (IEA) memperkirakan kapasitas produksi baterai dan hidrogen akan meningkat signifikan pada tahun 2030 untuk mendukung transisi energi bersih.
Ketahanan pasokan dengan memperkuat rantai pasokan mineral kritis seperti lithium dan memperluas kapasitas daur ulang menjadi hal yang penting.
Dengan demikan biaya, produksi baterai bisa ditekan hingga 30 persen mengurangi ketergantungan bahan mentah baru dan meningkatkan akses energi bersih yang lebih terjangkau.
Khususnya di sektor transportasi dan penyimpanan energi terbarukan.
Dalam catatan IEA, semua pabrikan baterai yang didominasi oleh Tiongkok saling bersaing menciptakan teknologi yang semakin mutakhir dengan density tinggi, daya charging cepat, aman dan ramah lingkungan.
Bagian lain yang disorot pertumbuhan pesat hidrogen bersih sebagai elemen kunci dalam dekarbonisasi.
Khususnya, pada sektor industri berat dan transportasi.
Pada 2030, diharapkan kapasitas produksi hidrogen rendah karbon meningkat tiga kali lipat dengan investasi lebih besar pada infrastruktur. Terutama di wilayah dengan target nol emisi.
Tantangan utama meliputi biaya tinggi, pengembangan teknologi, dan akses ke sumber daya energi bersih. Butuh strategi kebijakan yang lebih kuat untuk memastikan rantai pasokan hidrogen yang handal dan terjangkau.
Baca juga: Suku Bunga Dipangkas 25 Bps, The FED: Kemenangan Trump Tak Akan Pengaruhi Kebijakan Federal Reserve
Dalam aplikasinya, teknologi hidrogen mempunyai tantangan tersendiri yang lebih komplek.
Itu karena sifat dan karakteristik dari material itu sendiri mulai dari aplikasi, penyimpanan serta rantai pasoknya.
Akan tetapi, hidrogen sendiri merupakan energi terbarukan yang tidak ada batasnya sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut dan lebih ramah lingkungan.