Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR-RI, Amin Ak meminta Pemerintah dan Pertamina untuk tidak terburu-buru menghapus BBM jenis Pertalite.
Diketahui, wacana ini muncul setelah Pertamina berencana untuk mengembangkan Pertamax Green 92. Di mana BBM jenis baru itu merupakan campuran Pertalite dengan bahan bakar nabati, yakni Ethanol.
Menurut Amin, ada sejumlah alasan yang harus benar-benar dipertimbangkan.
Baca juga: Pengamat Energi UGM Sebut Penghapusan Pertalite Kurang Tepat, Ini 2 Alasan Kuatnya
Pertama, menghapus BBM Pertalite dalam waktu dekat akan menghasilkan multiplier effect atau efek domino. Karena BBM tersebut jika sudah dijual harganya bakal diatas Pertalite.
Menghapus Pertalite akan menaikan harga BBM, yang kemudian berdampak pada kenaikan harga, baik biaya transportasi, harga barang kebutuhan, dan biaya hidup secara keseluruhan sebagai dampak kenaikan harga BBM.
"Pertamax Green 92 bahkan diprediksi akan lebih mahal dibandingkan Pertamax karena ethanol yang digunakan sebagian masih impor, sehingga harga jual Pertamax Green 92 menjadi lebih mahal," ungkap Amin kepada Tribunnews, Minggu (10/9/2023).
"Dengan demikian, Pertamax Green 92, baru mungkin dijadikan sebagai alternatif BBM yang lebih ramah lingkungan, tapi bukan menggantikan Pertalite," sambungnya.
Kedua, menjadikan Pertamax Green 92 sebagai pengganti Pertalite diperbolehkan, jika Pertamina sudah sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan bio ethanol dari dalam negeri.
Sehingga dari sisi ekonomi energi, khususnya dalam memenuhi kebutuhan rakyat menengah ke bawah, masih membutuhkan waktu sampai kemudian Pertamina mampu memproduksi Pertamax Green dengan harga semurah mungkin, sehingga tepat secara ekonomi menggantikan Pertalite.
Ketiga, lanjut Amin, pihaknya mendorong Pertamina untuk mengembangkan bio ethanol sebagai bagian dari strategi ketahanan energi.
Pertamina harus bisa bekerja sama dengan BUMN yang bergerak di sektor perkebunan yakni PTPN atau perkebunan rakyat, untuk memproduksi bio ethanol.
Baik berbasis tebu, singkong, sorgum, ataupun bahan lainnya yang bersifat sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan.
"Pertamina bisa menjadi off taker bagi bio ethanol atau bahan baku bio ethanol yang diproduksi baik oleh BUMN terkait maupun perkebunan rakyat, sehingga ini akan menjadi penggerak ekonomi (prime mover) ekonomi nasional berbasis kerakyatan," pungkasnya.