Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior dan Pendiri Indef Dradjad Wibowo mengatakan pembentukan PalmCo dapat menjadi pintu masuk revitalisasi lahan-lahan sawit PTPN Group yang belum optimal dikelola agar menjadi produktif.
Menurutnya, proses merger unit bisnis sawit antara anak usaha PTPN Group menjadi menjadi momentum untuk mendata seluruh aset, termasuk memverifikasi lahan-lahan yang berpeluang dioptimasi.
“Karena dengan digabungkan, secara otomatis ada pendataan terhadap aset-aset. Aset akan dicek mana-mana aja. Jadi ini (PalmCo-red) jadi pintu masuknyalah. Jadi sebenarnya penggabungan itu momentumkan, kesempatan emas untuk bersih-bersih kemudian ditingkatkan,” jelas Dradjad, Selasa (12/9/2023).
Baca juga: Menteri Pertanian Era Gus Dur Dukung Pembentukan PalmCo untuk Pemerataan Ekonomi
Apalagi, paparnya, ada rencana penambahan modal. Tentu investor dengan adanya PalmCo menjadi kesempatan due diligence atau aktivitas investigasi atau audit riwayat keuangan perusahaan.
Seperti diketahui, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII direncanakan akan bergabung ke dalam PTPN IV untuk membentuk Sub Holding bernama PalmCo yang khusus menggarap bisnis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
Dari hasil merger unit bisnis sawit di 4 anak usaha PTPN Grup itu, maka PalmCo serta merta akan memiliki lahan sawit seluas 500.000 ha. Namun, berdasarkan data PTPN Group masih ada optimalisasi dan revitalisasi sekitar 200.000 ha.
Lebih jauh, Dradjat mengatakan pemanfaatan lahan secara penuh memang menjadi salah satu “penyakit” BUMN yang memiliki lahan luas. Kondisi ini, menurutnya, tidak bisa dibiarkan terus menerus, tetapi harus ada upaya bersih-bersih dan cara yang efektif adalah Merger dan Akuisisi (M&A).
“Jadi itu sebenarnya jadi kesempatan untuk bersih-bersih. Kalau program Erick (Menteri BUMN Erick Thohir-red) memang banyak yang kita support ya, termasuk untuk merger BUMN. Ini memang posisinya kita support,” terangnya.
Dengan demikian, paparnya, semua lahan dapat didata, dirapikan dan dikembalikan ke perusahaan. Misalnya, lahan mana yang dikuasai perusahaan, digarap masyarakat, disewakan hingga diselewengkan oleh oknum atau pihak tertentu.
“Yang masih dikuasai perusahaan namun belum optimal, bisa langsung dilakukan penanaman. Kalau yang sudah diambil masyarakat secara tidak sah, tentu cara penanganannya berbeda,” lanjutnya.
Di sisi lain, upaya bersih-bersih melalui M&E, ujarnya lagi, tidak hanya untuk lahan, tetapi juga sumber daya manusia.
“Jadi termasuk bersih-bersih manajemennya, nantikan Kementerian BUMN tahu track recordnya. Mana yang baik, mana yang bandel, siapa yang mampu dan siapa yang tidak mampu kan nanti kelihatan. Ini (pembentukan PalmCo-red) kesempatan,” terangnya.
Di sisi lain, dia mengingatkan merger dan akusisi perusahaan milik negara memiliki sisi negatif, yaitu berpotensi menjadi kesempatan masuknya kepentingan politik yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kinerja perusahaan.
“Jadi ini harus diwanti-wanti agar PalmCo dipastikan dikelola oleh orang professional. Sehingga, target Pemerintah untuk menjadikan PalmCo menjadi perusahan profit dan berdampak besar bagi perekonomian masyarakat dapat tercapai,” jelasnya.
Mengenai rencana PalmCo melepas sebagian saham ke publik melalui IPO, Dradjad mengatakan menjadi emiten akan membantu perbaikan perusahaan, terutama dari sisi transparansi dan tata kelola peerusahaan.
Namun, dia menganjurkan saham yang dilepas jangan terlalu besar, sebaiknya sekitar 20 persen saja sesuai dengan kebutuhan tambahan modal.
Sehingga, Pemerintah tidak kehilangan kendali karena lahan PalmCo sangat luas dan strategis.